Menurut Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo dalam Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, interpretasi atau penafsiran hukum merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.
Lebih lanjut, Mertokusumo dan Pitlo mengidentifikasi enam metode penafsiran hukum atau interpretasi yang lazim digunakan oleh hakim. Enam metode yang dimaksud adalah interpretasi gramatikal atau bahasa, interpretasi teleologis atau sosiologis, interpretasi sistematis atau logis, interpretasi historis, interpretasi komparatif atau perbandingan, dan interpretasi futuristis.
Baca juga:
- Mengambil Peluang Hukum dari Penafsiran Ekstensif
- Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum
- Usulkan Gratifikasi Seks Diatur, Dosen Pidana Ini Berikan Alasannya
- Interpretasi gramatikal atau bahasa
Interpretasi gramatikal atau bahasa adalah metode penafsiran atau interpretasi yang menekankan pada pentingnya kedudukan bahasa dalam memberikan makna terhadap suatu objek.
Metode ini kerap disebut sebagai metode penafsiran objektif yang merupakan metode penafsiran paling sederhana, yakni dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata, atau bunyinya.
Terkait interpretasi ini, Mertokusumo dan Pitlo (dalam Safaat, 2015: 73) menerangkan bahwa ada tiga pendekatan kontekstual yang dapat digunakan dalam metode penafsiran ini, yaitu:
- noscitur a socis yang artinya suatu perkataan harus dinilai dari ikatan dalam kumpulan-kumpulannya;
- ejusdem generis yang artinya perkataan yang digunakan dalam lingkungan atau kelompok yang sama; dan
- expressum facit cassare tacitum yang artinya kata-kata yang dicantumkan secara tegas mengakhiri pencarian maksud dari satu perundang-undangan. Adapun contohnya adalah penyebutan subjek yang merujuk pada makna yang diartikan dalam undang-undang.