Mewaspadai Risiko Korupsi Dana Bansos PPKM Darurat
Utama

Mewaspadai Risiko Korupsi Dana Bansos PPKM Darurat

Pelaku korupsi tetap berupaya mencari celah meski terdapat perubahan bentuk bansos tersebut.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Diskusi online bertema PPKM Darurat: Jangan Ada Babak Baru Korupsi Bansos, Selasa (6/7).
Diskusi online bertema PPKM Darurat: Jangan Ada Babak Baru Korupsi Bansos, Selasa (6/7).

Pemerintah berencana menggulirkan berbagai program bantuan tunai kepada masyarakat selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat 3-20 Juli 2021. Program bantuan tunai ini merupakan hasil evaluasi dari sebelumnya yang menjadi skandal mega korupsi bansos sembako dengan melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara pada 2020.

Meski bansos telah berbentuk tunai, namun risiko korupsi masih menghantui program sosial saat PPKM Darurat. Permasalahan data penerima menjadi persoalan utama mengingat pemerintah sempat menyatakan terdapat 21 juta data ganda atau bermasalah. “Celah korupsi tunai itu bisa lebih minim tapi tidak jaminan. Permasalahannya, data yang dimiliki keluarga penerima apa itu sudah mutakhir dan tepat. Pemerintah pada Mei lalu menyatakan ada 21 juta data ditidurkan apa sudah diperbarui, enggak tahu,” jelas Eks Kasatgas Penyidikan Perkara Korupsi Bansos KPK, Andre Dedy Nainggolan, dalam diskusi online “PPKM Darurat: Jangan Ada Babak Baru Korupsi Bansos”, Selasa (6/7).

Andre menjelaskan pelaku korupsi tetap berupaya mencari celah meski terdapat perubahan bentuk bansos tersebut. Dia mengatakan metode penyaluran menjadi hal penting diperhatikan agar tidak dimanfaatkan pelaku korupsi.

“Metodenya kejahatan akan cari cara baru ambil keuntungan. Sekarang masyarakat penerima itu menerimanya melalui rekening langsung atau ada pihak-pihak yang mendistribusikan misalnya RT dan RW. Asumsikan terdapat keluarga-keluarga yang tidak punya rekening. Lalu, bagaimana ini potensi ketika pihak-pihak yang mendistribusikan tersebut tidak kasih 100 persen dan dikutip juga,” jelas Andre.

Dengan demikian, dia mendorong peran penegak hukum dan masyarakat untuk mengawasi program tersebut. Dia mengimbau agar masyarakat melaporkan korupsi yang terjadi saat penyaluran bansos PPKM Darurat. (Baca: KPK Ingatkan Kebijakan Penyaluran Kembali Bansos Utamakan Transparansi)

Sementara itu, Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina menilai program perlindungan sosial terlihat besar dan beragam. Namun, dia mengaggap bansos tersebut belum cukup dan minim jangkauan khususnya kepada masyarakat miskin dan kelompok rentan. Sayangnya, dalam kondisi tersebut, bansos masih dikorupsi. “Kalau datang ke persidangan, dipertontonkan dana yang terbatas ini dikorupsi dan bahkan ditargetkan fee-nya bisa sampai Rp 35 miliar,” jelas Almas.

Padahal, menurut Almas, dana korupsi tersebut saat dikonversi kepada bantuan kepada masyarakat akan berdampak signifikan. “Ini korupsi besar dan sangat merugikan warga. Kami dorong penegak hukum dan KPK selesaikan kasus ini. Masih ada kejanggalan, ada nama politisi yang disebutkan saksi-saksi dan persidangan yang mengatur pengadaan dan punya afiliasi pada penyedia paket sembako. Kami menunggu keseriusan KPK dalam hal ini dan keterlibatan politisi-politisi ini,” jelasnya.

Sebagai informasi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan, pemerintahan akan melakukan refocusing Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk mendukung penanganan COVID-19 dan program perlindungan sosial (perlinsos).

Sri memaparkan, pagu anggaran untuk bidang kesehatan tahun 2021 akan ditingkatkan menjadi Rp193,93 triliun. “Ini naik dari yang kemarin kita telah sampaikan Rp172 triliun, dan naik lagi jadi Rp182 triliun, dan sekarang naik ke Rp193 triliun. Jadi terjadi kenaikan yang sangat tinggi di bidang kesehatan,” paparnya.

Pagu anggaran ini antara lain digunakan untuk membiaya diagnostik untuk testing dan tracingtherapeutic untuk biaya perawatan pasien, insentif tenaga kesehatan, santunan kematian untuk tenaga kesehatan, pengadaan obat-obatan dan alat pelindung diri (APD); pengadaan 53,91 juta dosis vaksin; bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk 19,15 juta orang; serta insentif perpajakan kesehatan termasuk PPN dan bea masuk vaksin.

Selain penanganan di sektor kesehatan, pemerintah juga meningkatkan dukungan APBN untuk mempercepat dan meningkatkan program perlindungan sosial. “Tadi instruksi Bapak Presiden agar untuk dilakukan akselerasi pembayarannya minggu ini, terutama untuk tadi PKH [Program Keluarga Harapan] untuk dimajukan, triwulan III ini bisa dibayarkan di bulan Juli, sehingga bisa membantu masyarakat,” ujar Sri dalam keterangan pers usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna (SKP) Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2021 yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Senin (5/7).

Realisasi untuk PKH pada kuartal II adalah sebesar Rp13,96 triliun untuk 9,9 juta KPM, adapun alokasi anggaran untuk tahun 2021 adalah Rp28,31 triliun untuk 10 juta KPM. “Kita berharap bisa tercapai target 10 juta [KPM], jadi masih ada 100 ribu [KPM] di sini target yang bisa ditambahkan,” ujarnya.

Kemudian untuk Kartu Sembako, juga akan dilakukan percepatan penyaluran pada awal Juli 2021 serta pemenuhan target hingga 18,8 juta KPM dengan total alokasi anggaran Rp40,19 triliun. Hingga kuartal II realisasi program ini mencapai Rp17,75 triliun untuk 15,9 juta KPM. “Kami harapkan akan bisa dibayarkan pada awal Juli juga. Tadi Bapak Presiden bahkan meminta minggu ini, ini sekarang yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial,” ujar Sri.

Selanjutnya, Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk 10 juta KPM selama dua bulan juga akan dibayarkan pada bulan Juli ini. Realisasi anggaran hingga kuartal II adalah sebanyak Rp11,9 triliun untuk 10 juta KPM. “Untuk Bansos Tunai akan dibayarkan dua bulan untuk 10 juta penerima, sehingga akan dibutuhkan Rp6,1 triliun,” ujarnya.

Kemudian, untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa akan dilakukan percepatan penyaluran melalui redesign kebijakan BLT Desa. Alokasi anggaran tahun 2021 untuk program ini adalah Rp28,8 triliun untuk 8 juta KPM, sedangkan yang terealisasi hingga kuartal II baru Rp4,99 triliun untuk 5 juta KPM. “Ini bisa diakselerasi juga pada bulan Juli,” ujar Menkeu.

Program Prakerja untuk 2,8 juta peserta juga akan dieksekusi pada bulan Juli-Agustus ini yang membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp10 triliun. Sebelumnya, hingga kuartal II telah terealisasi anggaran sebanyak Rp10 triliun untuk 2,8 juta peserta. “Kartu Prakerja untuk penyerapan batch yang kedua bisa dilaksanakan pada bulan Juli,” ujar Menkeu.

Selanjutnya, pemerintah juga memberikan Bantuan Kuota Internet bagi 27,67 juta untuk siswa, mahasiswa, serta tenaga pendidik (guru dan dosen). Selain program bantuan sosial, di dalam mendukung pelaksanaan PPKM Darurat, tambahan anggaran juga diperlukan untuk program perlindungan lainnya.

Pertama, adalah untuk perpanjangan Diskon Listrik. “Diskon listrik kepada 32,6 juta pelanggan ini akan diperpanjang yang tadinya enam bulan menjadi sembilan bulan, berarti ini sampai dengan September. Untuk itu, akan diperlukan tambahan alokasi Rp1,91 triliun,” ujar Menkeu.

Kedua, Bantuan Rekening Minimum, Biaya Beban/Abonemen Listrik dari yang semula enam bulan juga akan diperpanjang hingga bulan September sehingga akan membutuhkan tambahan Rp420 milyar.

Ketiga, Bantuan Produktif Ultra Mikro (BPUM) yang akan diberikan kepada 3 juta penerima baru. “Kita juga akan membayarkan untuk BPUM [untuk] 3 juta penerima baru. Ini akan dilakukan antara Juli-September. Alokasinya totalnya adalah Rp3,6 triliun,” papar Sri Mulyani.

Terakhir, Insentif Usaha yang diberikan untuk mendukung pelaku usaha, mendorong konsumsi masyarakat, hingga meningkatkan daya beli pegawai/karyawan.

“Insentif usaha untuk berbagai kelompok usaha di dalam membantu untuk memulihkan kondisi perusahaan maupun meningkatkan konsumsi masyarakat, seperti pembebasan PPnBM dan juga untuk insentif bagi pembayaran pajak karyawan yang ditanggung pemerintah,” ujarnya dalam keterangan pers Setkab.

Tags:

Berita Terkait