Para pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT)sering memanfaatkan layanan keuangan fintech untuk menghindari pelacakan uang yang diperoleh dari hasil kejahatan seperti korupsi, judi, penjualan narkoba, pertambangan ilegal, pembalakan liar hutan dan kejahatan lainnya.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan perkembangan teknologi informasi seperti fintech menjadi tantangan dalam pelacakan pencucian uang hasil kejahatan dan pendanaan terorisme. Kejahatan TPPU-PT sudah semakin canggih dan lintas batas.
“Orang lakukan ilegal mining, ilegal fishing segala macam kemudian ketahuan, lalu uangnya kemana? Uangnya itu (dapat) mengalir ke fintech segala macam,” ungkap Ivan.
Baca Juga:
- PPATK: Beragam Aset Mewah Crazy Rich yang Tidak Dilaporkan Sesuai UU TPPU
- Tips dari BPKN Agar Konsumen Tidak Dirugikan dalam Transaksi Digital
Dia menjelaskan TPPU-PT mengalami perubahan modus dari bersifat konvensional menjadi digital. Saat ini, dia juga mengungkapkan terdapat risiko TPPU-PT memanfaatkan metaverse dan uang kripto.
“Dulu kasus pertama saya saat masuk PPATK, dia korupsi habis itu masuk ke rekening dia, lalu bertransformasi mengatasnamakan keluarga, kegiatan usaha, keluar negeri. Lalu bertransformasi lagi menggunakan fintech, metaverse, Bitcoin, Ethereum segala macam di luar sana,” ungkap Ivan.
Secara statistik, Ivan mengungkapkan laporan transaksi keuangan meningkat kepada PPATK. Dia menjelaskan saat ini PPATK menerima laporan transaksi keuangan sekitar 50 ribu transaksi setiap jam. Dengan tingginya tingkat pelaporan tersebut, Ivan menekankan pentingnya memahami TPPU-PT pada seluruh masyarakat.