MK Gelar Sidang Prasyarat Pemenangan Pilpres
Berita

MK Gelar Sidang Prasyarat Pemenangan Pilpres

Pemohon akan menghadirkan ahli.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Gelar Sidang Prasyarat Pemenangan Pilpres
Hukumonline
Sidang pemeriksaan pendahuluan untuk menguji konstitusionalitas Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang ini dipimpin hakim Arief Hidayat, dan beranggotakan Muhammad Alim dan Wahiduddin Adams.

Permohonan pengujian UU Pilpres itu diajukan tiga pemohon yakni Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan dua orang advokat atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang. Permintaan ketiga pemohon seragam, mereka hendak meminta tafsir atas syarat sebaran perolehan suara 20% dalam Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres demi kepastian hukum.

Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menyebutkan: “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang meperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.”

Menurut Forum Pengacara Konstitusi ketentuan ini merupakan bagian dari konstruksi hukum yang dibangun bersama Pasal 6A ayat (3), Pasal 6A ayat (4) UUD 1945, dan Pasal 159 ayat (2) UU Pilpres berdasarkan sebaran jumlah penduduk yang tak merata di berbagai provinsi di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa.

“Konstruksi tersebut menimbulkan ketidakpastian tafsir akibat ketidakjelasan target penerapannya terutama dikaitkan dengan situasi Pilpres 2014 yang hanya diikuti dua pasangan calon.  Untuk menghindari kesimpangsiuran tafsir, pemohon meminta MK  memberi tafsir atas ketentuan tersebut,” kata salah satu pemohon, Andi M Asrun di ruang sidang MK, Senin (16/6).

Perludem menilai saat ini telah terjadi ketidakpastian hukum terkait syarat sebaran perolehan suara seperti diatur Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres tersebut. Menurut Perludem bila melihat kondisi Pilpres saat ini yang hanya diikuti 2 pasangan calon akan mengakibatkan masyarakat menjadi apatis untuk mengikuti pilpres putaran kedua. Karenanya, Perludem memohon penafsiran agar pelaksanaan Pilpres 9 Juli nanti bisa dilaksanakan satu putaran saja.

Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang dalam permohonannya menilai Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres merupakan aturan penetapan pasangan calon terpilih jika peserta pilpres diikuti lebih dari dua pasangan calon. Namun, jika pesertanya hanya dua pasangan calon seperti terjadi saat ini, maka tak terdapat aturan hukum yang jelas dan tegas mengenai hal tersebut.

”Ketiadaan aturan hukum yang jelas dan tegas telah mengakibatkan ketidakpastian hukum. Jika tidak segera diatur, dikhawatirkan hasil pilpres yang ditetapkan KPU akan menjadi inkonstitusional, tidak sah dan tidak mengikat,” kata Sunggul.

Menanggapi permohonan, hakim konstitusi Arief Hidayat melihat ada permohonan yang menggunakan original intent komprehensif terkait 6A ayat (3), Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 yang memandang presiden Indonesia meliputi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga, secara geografis harus ada dukungan dari masyarakat dari Sabang sampai Marauke.

“Ini untuk menghindari presidennya dikuasai pemilih dari pulau Jawa. Intinya, pemohon mencegah agar tidak terjadi pilpres dua putaran kalau hanya dua pasangan calon, anggarannya lebih baik dialihkan untuk kepentingan nasional yang lain,” kata Arief.

Menurutnya, Mahkamah harus segera memutus secara cepat karena mengingat pilpres akan digelar pada 9 Juli. “Menurut saya ini sangat urgent, karena itu para pemohon agar membuat alasan yang lebih tepat lagi agar hakim semakin yakin,” kata Arief.

Karena itu, majelis panel meminta para pemohon untuk memperbaiki permohonan yang diserahkan paling lambat Selasa (17/6) besok pukul 11.00 WIB. ”Kita dijadwalkan sangat ketat. Kita akan memulai sidang perbaikan Rabu (18/6) pukul 11.00,” kata Arief Hidayat.

Hadirkan ahli
Kuasa hukum Perludem, Wahyudi Djafar berjanji akan segera memperbaiki permohonan yang diserahkan besok dengan memberi landasan yang lebih kuat yakni kedaulatan suara rakyat. Termasuk mengelaborasi dengan praktik pilpres di negara lain agar tafsiran Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 tidak kaku. ”Kita juga akan menghadirkan ahli Prof Saldi Isra, tetapi hari rabu besok akan kita tentukan,” kata Wahyudi.

Forum Pengacara Konstitusi pun bersiap menghadirkan ahli, dua mantan hakim konstitusi yaitu Prof H.A.S Natabaya dan Harjono. ”Kita prinsipnya, lebih cepat lebih baik. Hari ini akan didaftarkan nama saksi atau ahli yang akan didengar termasuk bukti-bukti lain. Sebelum MK tutup kantor bukti sudah masuk semua,” katanya.
Tags:

Berita Terkait