MK Tutup Ruang Debt Collector?
Kolom

MK Tutup Ruang Debt Collector?

Semoga putusan MK tersebut dapat memberikan suasana kondusif bagi perekonomian Indonesia sehingga masyarakat akan merasa terlindungi, tenang, aman dan nyaman dalam melakukan berbagai transaksi kredit.

Bacaan 2 Menit

 

Dalam permohonannya, pasangan suami istri tersebut menegaskan bahwa apa yang mereka alami dalam kasus konkret itu disebabkan karena adanya norma yang diatur dalam UU Jaminan Fidusia yaitu pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) yang bertentangan dengan konstitusi khususnya khususnya Pasal 28D ayat (1),  Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4).

 

Putusan MK

Untuk menjawab isu konstitusionalitas permohonan tersebut, setelah melalui persidangan pleno yang cukup panjang, MK dalam pertimbangan hukumnya berupaya untuk menata dan meramu isu konkret yang dialami oleh Pemohon dengan asas fundamental hukum perdata serta isu konstitusionalitas norma yang ada dalam UU Jaminan Fidusia.

 

MK dalam putusannya secara rigid berupaya untuk memilah-milah semua potensi isu konstitusional yang ada agar masyarakat mudah memahami substansi pertimbagan hukum dalam putusan tersebut khususnya terkait dengan isu “cidera janji” dan “eksekutorial” yang seringkali dijadikan alat oleh debt collector untuk melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap para debitur.

 

Perjanjian Jaminan Fidusia

MK dalam pertimbangan hukumnya, memulai pertimbangan dengan memberikan penjelasan tentang karakter dari perjanjian fidusia. Menurut MK, apabila dicermati perjanjian Jaminan Fidusia yang objeknya adalah benda bergerak dan/atau tidak bergerak sepanjang tidak dibebani hak tanggungan dan subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian dimaksud adalah kreditur dan debitur, maka perlindungan hukum yang berbentuk kepastian hukum dan keadilan seharusnya diberikan terhadap ketiga unsur tersebut di atas, yaitu kreditur, debitur, dan objek hak tanggungan.

 

Selanjutnya menurut MK, norma yang termuat dalam kedua pasal yang diajukan merupakan norma yang bersifat fundamental. Sebab, dari norma yang diuji tersebut terbit kekuatan eksekusi yang dapat dilaksanakan sendiri oleh pemegang jaminan fidusia (kreditur) yang kemudian banyak menimbulkan permasalahan, baik terkait dengan konstitusionalitas norma maupun implementasi.

 

Menurut MK, aspek konstitusionalitas yang terdapat dalam norma Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia tidak mencerminkan adanya pemberian perlindungan hukum yang seimbang antara pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian fidusia dan juga objek yang menjadi Jaminan Fidusia, baik perlindungan hukum dalam bentuk kepastian hukum maupun keadilan.

 

MK menilai, dua elemen mendasar yang terdapat dalam pasal yang diuji yaitu “titel eksekutorial” maupun “dipersamakannya dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”, berimplikasi dapat langsung dilaksanakannya eksekusi yang seolah-olah sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap oleh penerima fidusia (kreditur) tanpa perlu meminta bantuan pengadilan untuk pelaksanaan eksekusi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait