Nasib Undang-Undang Ketenagakerjaan Kini Berada di Tangan MK
Berita

Nasib Undang-Undang Ketenagakerjaan Kini Berada di Tangan MK

Mahkamah Konstitusi sudah menjadwalkan pembacaan putusan judicial review Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kalangan aktivis buruh pun bersiap-siap melakukan upaya selanjutnya jika permohonan mereka ditolak.

Mys
Bacaan 2 Menit
Nasib Undang-Undang Ketenagakerjaan Kini Berada di Tangan MK
Hukumonline

 

Berikutnya, kelima, materi UUK dinilai mengandung banyak ‘cek kosong' kepada pemerintah sehingga cenderung executive heavy. Bayangkan, untuk melaksanakan UUK secara utuh masih diperlukan 5 undang-undang,  12 PP lagi, 5 Keppres dan sekitar 30 SK Menteri. Ditambah lagi argumen lain, keenam, bahwa sistematika penyusunandan materi  UUK banyak mengandung inkonsistensi dan bertolak belakang (lihat tabel).

 

Tabel

Pasal-Pasal UU Ketenagakerjaan yang Dinilai Inkonsisten

 

Pasal

Inkonsisten dengan pasal...

1 angka (3)

1 angka (15) dan pasal 50

1 angka (26)

68-69

1 angka (23)

137

74 ayat (2) huruf a, b, c

52 ayat (1) huruf d

1 angka (26) jo 68 jo 69 ayat (2) huruf d

76 ayat (1)

1 angka 18

106 ayat (3)

102 ayat (2)

106

106 ayat (3)

110 ayat (3)

1 angka (20) dan pasal 108 ayat (2)

1 angka (21)

108 ayat (2)

110 ayat (2) dan pasal 116

 

 

Salah satu yang dinilai inkonsisten adalah definisi buruh. Pasal 1 angka (3) mendefinisikan buruh ke dalam dua unsur yaitu bekerja dan menerima upah atau imbalan lain. Buruh atau pekerja selalu bermakna pada konteks hubungan kerja. Pasal 1 angka (15) menyebutkan bahwa hubungan kerja meliputi unsur pekerjaan, upah dan perintah. Sementara pasal 50 menjelaskan hubungan kerja terjadi karena perjanjian kerja dan antara buruh-pengusaha. Pasal 1 angka (3) dan pasal (15) inkonsisten karena memungkinkan buruh tidak terikat dalam hubungan kerja dimana pengusaha mendalilkan tidak adanya perintah. 

 

Contoh lain adalah pasal 1 angka (26) tentang batas usia anak, yakni setiap orang di bawah usia 18 tahun. Tetapi pasal 69 membuat pengecualian larangan mempekerjakan anak. Pengecualian tersebut adalah usia 13-15 tahun. Bukankah 16 dan 17 tahun juga berada di bawah 18 tahun? Kenapa pasal 69 hanya membuat pengecualian pada usia 13-15?

 

Kini, para pihak tinggal menunggu keputusan MK. Sebuah penantian yang cukup panjang. Sebab, judicial review UUK sudah dimilai sejak didaftarkan ke Mahkamah Agung, lalu dilimpahkan ke MK. Sejumlah agenda ketetanegaraan pun telah membuat sidang perkara ini beberapa kali tertunda. Berdasarkan catatan hukumonline, sidang terakhir perkara ini yang seharusnya menghadirkan saksi ahli berlangsung pada 28 Agustus lalu.

Berdasarkan jadwal sidang terbaru yang ditandatangani Kepala Biro Administrasi Perkara dan Persidangan Kasianur Sidauruk, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pleno pembacaan putusan judicial review Undang-Undang Ketenagakerjaan pada Kamis, 21 Oktober mendatang. Pada hari yang sama, MK juga akan membacakan pengujian pasal 16 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

 

Sementara itu, para pemohon judicial review yang kebanyakan aktivis perburuhan, akan mengadakan rapat pada hari ini (14/10) di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Jakarta. Seorang kuasa hukum pemohon membenarkan bahwa rapat tersebut akan membahas segara kemungkinan putusan MK atas permohonan mereka.

 

Nasib Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) kini sangat tergantung pada MK. Sebab, para pemohon meminta pengujian seluruh materi UUK. Dalam permohonannya, para pemohon (terlampir) meminta agar MK menyatakan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tidak sah dan tidak berlaku umum serta bertentangan dengan UUD 1945.

 

Para pemohon mendasarkan permohonannya pada sejumlah argumen hukum. Pertama, UUK disusun dengan melanggar prinsip-prinsip dan prosedural penyusunan dan pembuatan sebuah undang-undang yang patut. Misalnya ditandai tidak ada naskah akademis yang memberi dasar perlunya UUK. Kedua, UUK merupakan bagian dari paket tiga undang-undang perburuhan. Penyusunan paket ini ditengarai hanya untuk memenuhi kepentingan modal asing ketimbang kebutuhan riil kaum pekerja di Indonesia.

 

Ketiga, UUK dinilai bertentangan dengan konstitusi, khususnya pasal 27, 28 dan 33 UUD 1945. Keempat, para pemohon juga berpendapat UUK bertentangan dengan standar perburuhan internasional baik berupa konvensi-konvensi maupun rekomendasi ILO. Itu dapat dilihat misalnya pada ketentuan mohok kerja (pasal 137-145 UUK) dan jam kerja bagi buruh perempuan (pasal 76).

Tags: