NCB Asset Forfeiture dalam Peraturan dan Contoh Kasusnya

NCB Asset Forfeiture dalam Peraturan dan Contoh Kasusnya

Konsep perampasan aset tanpa pemidanaan relatif masih baru bagi sistem hukum Indonesia. RUU Perampasan Aset akan memperjelas mekanismenya.
NCB Asset Forfeiture dalam Peraturan dan Contoh Kasusnya

Suatu kejahatan tidak boleh memberikan keuntungan bagi pelaku (crime should not pay), atau dengan kata lain, seseorang tidak boleh mengambil keuntungan dari aktivitas ilegal yang ia lakukan. Postulat ini menjadi dasar dari pengembangan konsep perampasan aset hasil tindak pidana. Refki Saputra dalam penelitiannya yang dimuat dalam Jurnal Integritas dengan judul Tantangan Penerapam Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non-Conviction Based Asset Forfeiture) dalam RUU Perampasan Aset di Indonesia mengungkap secara historis, perkembangan pemikiran tentang konsep perampasan (confiscation) dalam sistem peradilan pidana.

Perkembangan konsep perampasan ini diakui berangkat dari fenomena kejahatan terorganisir seperti peredaran narkotika internasional. Pada 1981 misalnya, kejahatan peredaran narkotika di Inggris dalam perkara R.v Cuthbertson. Dalam perkara ini, pengadilan dianggap tidak berwenang merampas keuntungan yang diperoleh dari hasil kejahatan narkotika tersebut. Salah satu alasan mengapa hasil kejahatan tidak dapat dikenakan perampasan saat itu adalah karena hasil kejahatan dapat dipungut pajaknya, dan oleh karena itu merupakan wewenang dari lembaga pemungut pajak.

Selain itu, masih pada tahun yang sama, seorang suami di Inggris dibunuh oleh istrinya Florence Maybrick dengan menggunakan racun. Pengacara dari Maybrick, Richard Cleaver mengajukan banding, tapi bukan untuk memohon keringanan hukuman atas kliennya, melainkan karena polis asuransi sang suami yang telah diwasiatkan kepada kliennya tidak bisa dicairkan, karena oleh pengadilan pertama, pelaku pembunuhan dianggap tidak bisa menerima keuntungan dari kejahatan yang ia lakukan. Kasus ini kemudian berkembang menjadi salah satu doktrin hukum pidana di Inggris yang melarang seseorang mendapatkan keuntungan dari suatu kejahatan.

Di Amerika Serikat, upaya-upaya penegakan hukum untuk memerangi peredaran narkotika dengan cara memenjarakan mereka yang mengedarkan dan menggunakan narkotika terbukti tidak berhasil. Karena itu, penegak hukum mencari metode lain untuk mengejar pelaku kejahatan lewat mengarah kepada hasil kejahatan (going for the money) dengan memotong langsung pada pusat kejahatannya (head of the serpent). Mereka menggunakan konsep perampasan secara pidana dan perdata sebagai langkah awal. Paradigma penegakan hukum yang dilakukan saat itu tidak lagi sebatas pada pengejaran pelaku, melainkan juga melalui pengejaran terhadap “keuntungan” ilegalnya (confiscate ill-gotten gains).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional