Negara Tanpa Pemerintahan
Tajuk

Negara Tanpa Pemerintahan

Pekan-pekan terakhir ini kita merasakan bahwa negara berjalan tanpa pemerintahan. Negara seperti roda yang dilepas dari tempat tinggi, bergulir sendiri menukik-nukik, terbentur-bentur, tanpa kepastian arah, kendali dan tujuan, dan tanpa satupun kita tahu bila, di mana, dan dalam kondisi apa akan berhenti.

ATS
Bacaan 2 Menit

Tiba-tiba pihak Kejaksaan Agung menjadi ganas dan gembar gembor bahwa debitur besar akan disidik dan dituntut. Wakil rakyat juga tiba-tiba menjadi eksekutif, ikut serta dalam perhitungan kerugian dan pemulihan aset negara. Sementara, kelemahan-kelemahan transaksi tersebut digunakan oleh sejumlah debitur besar untuk tidak atau memperlambat penyelesaian pengembalian aset negara. Tentu saja tarik ulur ini menjadikan negosiasi dengan debitur besar menjadi macet. Contoh kasat matanya adalah kasus Bob Hasan. Orang yang dikirim ke pembuangan sudah pasti tidak akan bersedia untuk duduk sederajat menegosiasikan aset negara yang terkait dengannya.

Pemerintahan Mega dengan menteri-menteri ekonominya yang terkenal pandai, jujur, pragmatis, dan berwawasan luas berpandangan bahwa dalam kondisi ekstraordinari begini, penyelesaian pengembalian aset negara hanya bisa terjadi dengan cara-cara yang juga ekstraordinari, termasuk cara-cara kompromistis dengan debitur besar. Tindakan keras, termasuk tindakan hukum, hanya menjadikan semua jalan buntu, dan akhirnya negara hanya akan memperoleh aset-aset negara yang sudah dibumi-hanguskan.  Tindakan pragmatis tersebut mungkin perlu ada dalam semangat rekonstruksi darurat ekonomi negara. Tapi akan menimbulkan kecurigaan rakyat kalau dilakukan tidak secara transparan dan tidak dijelaskan dalam bahasa yang mudah dimengerti awam. Rakyat sudah terlalu lama menderita, dan tidak menolak untuk menderita sebentar lagi, tapi hanya bila semua jelas untuk mereka.

Oversight Committee BPPN sudah mengeluarkan "the ten commandment"- nya, yang memberikan pemihakan kepada publik bahwa perpanjangan PKPS hanya boleh berlaku untuk debitur beritikad baik dan punya prospek untuk pengembalian aset negara dengan nilai substansial dan dalam waktu yang terukur. Perpanjangan PKPS  kepada debitur yang beritikad buruk atau tidak punya prospek mengembalikan asset negara hanya akan memperpanjang derita rakyat dan mengusik rasa keadilan masyarakat. Mereka tidak patut menerima perlakuan istimewa itu.

Negara dalam hal ini mempunyai pemerintahan kalau debitur besar diperlakukan sesuai dengan itikad dan prospek mereka. Dan pada saat yang sama, debitur kecil mendapat perlakukan yang seimbang dengan besar kecilnya pinjaman dan kesalahan mereka. Pada saat yang sama juga, ekonomi perlu dihidupkan dengan kucuran dana murah kepada pengusaha kelas kecil menengah terutama yang berbasis masa depan yang lebih nyata, misalnya agribisnis, dengan menerapkan prinsip-prinsip kesempatan usaha yang setara, transparan dan bersaing wajar. Kita detik ini masih dijanjikan proses. Jadi selama itu tidak terjadi, negara berjalan tanpa pemerintahan. Buktinya, pemulihan aset negara masih gagal, privatisasi masih di awang-awang, kurs dollar masih tinggi, tapi ekonomi rakyat yang menghidupi bagian terbesar bangsa ini masih berjalan, sendirian.

Contoh ketiga, baru saja dan masih kita alami. Bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya melumpuhkan Jakarta dari segala aspek. Pemerintah pusat dan daerah saling lempar tanggung jawab. Polisi dan militer dengan segala peralatannya yang biasanya canggih menghadapi demonstran, lambat bergerak. Pejabat rajin meninjau tanpa melakukan banyak bantuan dan terkesan keceh (main air seperti anak kecil) saja. Sementara rakyat terbenam, kedinginan, kehilangan harta dan nyawa, kelaparan, dan marah karena diterlantarkan.

Bencana banjir menunjukkan kegagalan pemerintah dalam perencanaan pencegahan banjir dan penanggulangan pada saat banjir terjadi. Belum lagi nantinya upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah pasca banjir yang tak kurang peliknya. Sebaliknya, masyarakat sipil bergerak sendiri dengan solidaritas tinggi, bahu membahu, memberikan banyak dari milik mereka yang sedikit. Masyarakat melakukan self-healing, pengobatan sendiri, pengobatan alternatif, karena tahu "pemerintah tidak ada". Sekali lagi bukti negara kita ada tanpa pemerintahan. 

Di negara-negara maju, peran pemerintah makin mengecil. Dan itu wajar terjadi dengan pemerintahan yang bersih, parlemen yang kuat, peran swasta yang besar, masyarakat sipil yang dewasa dan berdaya, dan sistem check and balance yang bekerja baik. Di negara berkembang, apalagi terpuruk seperti kita, pemerintah masih harus menonjol perannya yang kuat, tetapi terkontrol dan wajib menjalankan good governance. Tetapi kita masih belum punya pemerintah. Kita juga belum punya pemimpin yang baik. Kita hanya wadah, tanpa mesin, tanpa ruh. Berjalan sendiri seperti zombie.

Tags: