OC Kaligis: Tuntutan 10 Tahun, KPK Menghendaki Saya Mati di Penjara
Utama

OC Kaligis: Tuntutan 10 Tahun, KPK Menghendaki Saya Mati di Penjara

OC Kaligis berharap mendapat keadilan dari majelis hakim.

NOV
Bacaan 2 Menit
OC Kaligis: Tuntutan 10 tahun, KPK menghendaki saya mati di penjara. Foto: RES
OC Kaligis: Tuntutan 10 tahun, KPK menghendaki saya mati di penjara. Foto: RES
OC Kaligis menganggap tuntutan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penuh dengan kedengkian. Ia dituntut 10 tahun penjara, sedangkan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro dan panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan hanya dituntut masing-masing empat tahun dan 4,5 tahun penjara.

"Dengan saya dipenjara saja, KPK telah melumpuhkan kantor, profesi saya sebagai pengacara. Apa ini belum cukup? Tuntutan 10 tahun di usia saya 74 tahun identik dengan hukuman mati. KPK menghendaki 'saya mati di penjara'," katanya saat membacakan nota pembelaan (pledoi) pribadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/11).

Padahal, menurut OC Kaligis, bukan ia yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, melainkan anak buahnya, M Yagari Bhastara Guntur alias Gary. Ia menuding Gary adalah otak atau pelaku utama dari pemberian uang kepada Tripeni, Syamsir, serta dua hakim PTUN Medan lainnya, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi.

OC Kaligis merasa penuntut umum telah membuat dalil-dalil yang manipulatif dan menyesatkan. Penuntut umum hanya menduplikasi dakwaan, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta yang muncul di persidangan. Sebut saja, keterangan Tripeni yang menyangkal OC Kaligis pernah memberikan uang untuk mempengaruhi putusan.

Begitu pula keterangan Gary yang mengaku tidak pernah diperintahkan OC Kaligis untuk pergi ke PTUN Medan pada 9 Juli 2015. Gary menerangkan bahwa kedatangannya ke Medan karena Syamsir meneleponnya. Syamsir menyampaikan kepada Gary, Tripeni mau pulang kampung, sehingga Gary memberikan AS$5000 kepada Tripeni.

Berdasarkan fakta-fakta itu, OC Kaligis berpendapat, tidak ada satu pun alat bukti yang mendukung tuduhan penuntut umum. Ia membantah telah memberikan uang Sing$5000 dan AS$15000 kepada Tripeni. Ia juga membantah memberikan uang masing-masing AS$5000 kepada Dermawan dan Amir, serta AS$2000 kepada Syamsir.

Adapun fakta yang diakui OC Kaligis adalah pemberian uang AS$1000 kepada Syamsir pada April 2015, sebelum pendaftaran gugatan di PTUN Medan. OC Kaligis menampik pemberian uang itu terkait gugatan di PTUN Medan. "(Pemberian uang) Tidak ada maksud apa-apa, hanya untuk membahagiakan keluarga Syamsir Yusfan," ujarnya.

Oleh karena itu, OC Kaligis menilai, KPK telah menzaliminya. Bukan hanya karena menuntut 10 tahun penjara, tetapi sejak penangkapan, penahanan, dan pemblokiran rekening, KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan KPK itu didukung pula oleh Gary, sehingga ia menyebut Gary bukan sebagai Justice Collaborator, melainkan Justice Conspirator.

Atas "jasa" Gary tersebut, OC Kaligis meyakini, KPK nanti tidak akan menuntut Gary lebih dari lima tahun. OC Kaligis berharap masih mendapat keadilan dari majelis hakim. Lagipula, ia bukan pencuri uang negara. "Semoga hakim yang mulia masih mau melihat saya sebagai manusia yang berguna bagi perjuangan hukum di Indonesia," ucapnya.

Dengan demikian, OC Kaligis meminta majelis menyatakan dirinya tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan penuntut umum. Ia juga meminta majelis membebaskannya dari seluruh dakwaan, atau setidak-tidaknya melepaskannya dari semua tuntutan hukum.

"Memohon majelis hakim untuk berkenan memutuskan, mengembalikan barang bukti yang disita kepada yang berhak dari mana barang bukti itu disita dan menyatakan membuka seluruh blokir atas rekening terdakwa. Mengembalikan kemampuan, nama baik, harkat, dan martabat terdakwa ke dalam kedudukan semula," tuturnya.

Sebelumnya, penuntut umum KPK Yudi Kristiana menuntut majelis hakim yang diketuai Sumpeno menghukum OC Kaligis dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp500 juta subsidair empat bulan kurungan. OC Kaligis dinilai terbukti menyuap Tripeni, Dermawan, Amir, dan Syamsir untuk mempengaruhi putusan.

Putusan yang dimaksud adalah permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Sumut) yang diajukan Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis (anak buah Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho) berdasarkan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ke PTUN Medan.

Dengan objek gugatan surat panggilan permintaan keterangan dan Sprinlidik Kepala Kejati tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD di Sumut.
Tags:

Berita Terkait