OJK Berharap BPK Persilakan KAP Audit Obligasi Pemda
Berita

OJK Berharap BPK Persilakan KAP Audit Obligasi Pemda

Agar penerbitan obligasi daerah oleh pemda dapat berjalan lancar.

FAT
Bacaan 2 Menit
OJK Berharap BPK Persilakan KAP Audit Obligasi Pemda
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat memberikan kewenangan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) terkait audit laporan keuangan (lapkeu) pemerintah daerah (pemda). Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida, mengatakan harapan tersebut agar penerbitan obligasi daerah oleh pemda dapat berjalan lancar.

Sesuai UU, lanjut Nurhaida, audit lapkeu pemda selama ini dilaksanakan oleh BPK. Namun, sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, penerbitan obligasi daerah oleh pemda dilakukan akuntan yang terdaftar di OJK. Namun, hingga kini belum ada pemda yang menerbitkan obligasi daerah lantaran auditnya dilaksanakan oleh BPK.

"Memang, di UU Pasar Modal disebutkan bahwa obligasi daerah itu diaudit oleh BPK. Diharapkan BPK bisa memberi kewenangan kepada akuntan publik," kata Nurhaida di Jakarta, Kamis (12/3).

Selain persoalan audit, lanjut Nurhaida, belum adanya pemda yang menerbitkan obligasi daerah lantaran sulitnya mendapatkan persetujuan DPRD dalam menerbitkan obligasi. Ia berharap, pemda dapat memberikan keterangan yang jelas kepada DPRD mengenai penerbitan obligasi daerah, sehingga kesulitan persetujuan tersebut tak terjadi.

"Mereka masih belum melihat secara utuh manfaat penerbitan obligasi. Harus dijelaskan bahwa obligasi ini bisa untuk proyek-proyek yang menghasilkan, seperti pelabuhan atau rumah sakit," kata Nurhaida.

Kedua persoalan ini yang menjadi kendala pemda sehingga belum ada yang menerbitkan obligasi daerah. Padahal, lanjut Nurhaida, penerbitan obligasi daerah oleh pemda dapat mendorong pencapaian target pemerintah pusat khususnya membangun infrastruktur.

Ia menilai, obligasi daerah dapat digunakan sebagai sumber pendanaan yang cukup potensial terkait dengan jangka waktu pinjaman dan jumlahnya lebih fleksibel. Mengenai dua kendala ini, Nurhaida mengatakan, OJK akan berkoordinasi dengan BPK, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bappenas dan DPD.

"Koordinasi dilakukan untuk dapat mendorong penyelesaian atas kendala-kendala penerbitan obligasi daerah," tuturnya.

Saat ini, kata Nurhaida, terdapat tiga pemerintah provinsi yang tengah menjajaki penerbitan obligasi. Salah satunya adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan dua pemerintah provinsi lainnya belum resmi memasukkan rencana penerbitan obligasi daerah kepada OJK. "Tetapi, mereka belum belum secara resmi memasukkan rencananya itu ke OJK," katanya.

Sebelumnya, Ketua DPD Irman Gusman menyatakan bahwa hampir seluruh daerah siap menerbitkan obligasi. Hal ini terlihat dari sekitar 70 persen daerah memperoleh laporan keuangan yang wajar tanpa pengecualian. Namun, persoalan penerbitan obligasi ini berkaitan dengan political will daerah yang masih rendah. Atas dasar itu, perlu didorong mindset ini ke seluruh pemda.

Menurutnya, menyambut era globalisasi peningkatan daya saing daerah menjadi hal yang mutlak. Atas dasar itu, otonomi merupakan pintu bagi daerah untuk meningkatkan daya saing tersebut. "Dalam kontek globalisasi daya saing menjadi paramater kita," kata Irman.

Ia menuturkan, hampir sebagian besar dana alokasi umum atau dana bagi hasil di APBD diperuntukkaan untuk biaya rutin. Sehingga, untuk pembangunan infrastruktur sangat sedikit. Irman sepakat, penerbitan obligasi oleh daerah bisa menjadi jalan untuk meningkatkan anggaran infrastruktur tersebut.

Meski begitu, cara tersebut tak bisa dilakukan oleh pemda sendiri. Menurut Irman, seluruh stakeholder termasuk pusat perlu bekerjasama dalam meningkatkan penerbitan obligasi oleh daerah. "Tahapan ini tidak mudah, perlu kerjasama yang erat," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait