Oligarki Pemilik Partai Politik Sekaligus Pengusaha Media Massa Berbahaya
Utama

Oligarki Pemilik Partai Politik Sekaligus Pengusaha Media Massa Berbahaya

Bisa memiliki perwakilan di parlemen dan pemerintahan lewat partai politik sekaligus memanipulasi opini publik melalui media massa yang dikuasai.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

Ia cenderung pada perlunya langkah mengoreksi kembali isi UUD Negara Republik Indonesia 1945. Namun, situasi sosial Indonesia saat ini tidak kondusif untuk melakukan amandemen konstitusi kembali. “Maka ini tugasnya MK, sebagai lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi. Tidak diubah isinya, tapi tafsirannya,” ujar Arief.

Tantangan Pemilu 2024

Masih di konferensi yang sama, Ketua MK Anwar Usman secara terpisah mengakui bahwa sistem demokrasi Indonesia semakin penuh tantangan sejak amandemen konstitusi. “Pemilihan langsung dituangkan dalam konstitusi, bahkan selanjutnya hingga pemilihan kepala daerah,” kata Anwar Usman dalam sesi sambutannya. Tidak hanya itu, MK bahkan diberikan kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu) termasuk pemilihan kepala daerah.

Sistem pemilihan umum demikian bahkan selanjutnya dilakukan secara serentak sejak tahun 2019. Sejumlah masalah bermunculan. “Setidaknya ada dua catatan dari pemilu tahun 2019,” kata Anwar Usman.

Hukumonline.com

Ketua MK Anwar Usman saat memberi sambutan sebelum meresmikan pembukaan Konferensi Nasional APHTN-HAN ke-2.

Pertama, pemilu menelan biaya besar yang tidak bermanfaat sebanding bagi masyarakat. Anwar setuju biaya besar ini sungguh benar terjadi dalam hal kompleksitas pemilu legislatif. Ada banyak jenjang anggota dewan perwakilan di berbagai daerah pemilihan kabupaten/kota hingga pusat yang harus dipilih langsung.

Namun, ia tidak setuju jika biaya besar itu justru menyalahkan sistem pemilu Presiden secara langsung. “Berbeda dengan pemilihan Presiden yang calonnya terbatas, hanya akan dipilih satu. Tidak tepat jika pemilihan Presiden secara langsung dikaitkan dengan biaya tinggi,” ujarnya.

Kedua, teknologi informasi yang berkembang pesat mendorong pemanfaatan sosial media sebagai alat manipulasi opini publik. “Kita bisa memahami political engineering yang dilakukan para kandidat, simpatisan, dan pendukung terasa begitu luar biasa,” kata Anwar. Antusiasme masyarakat di media sosial diikuti dominasi pemberitaan di media massa yang meresponnya. Anwar mengatakan, “Terutama untuk pemilihan Presiden, seluruh pemberitaan selama lebih kurang sepuluh bulan didominasi masalah politik. Sangat disayangkan tidak diiringi dengan kesantunan, tendensius, jauh dari kenyataan”.

Catatan Anwar terhadap Pemilu 2019 itu tampak sejalan dengan kekhawatiran Arief soal oligarki pemilik partai politik sekaligus pengusaha media massa. “Itu terjadi tahun 2019. Insya Allah tahun 2024 tidak akan terjadi lagi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait