Ombudsman: Menkes dan Kepala BPOM Lakukan Maladministrasi di Kasus Gagal Ginjal Anak
Terbaru

Ombudsman: Menkes dan Kepala BPOM Lakukan Maladministrasi di Kasus Gagal Ginjal Anak

Berupa tidak kompetennya Kemenkes dalam melakukan pengawasan kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai Permenkes Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan, agar dapat dilakukan mitigasi awal mengenai GGAPA pada anak.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Selain itu, Robert mengatakan bahwa terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Kemenkes dalam melakukan pengawasan kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai Permenkes Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan, agar dapat dilakukan mitigasi awal mengenai GGAPA pada anak.

Lebih lanjut, Ombudsman RI berpendapat bahwa terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya BPOM dalam memastikan Farmakovigilans. Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat.

Robert juga menyoroti terjadinya kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh BPOM dalam merespons secara cepat peringatan WHO terkait bahaya cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang terkandung pada obat sirop. Hal ini mengakibatkan bertambahnya korban jiwa disebabkan GGAPA pada anak.

Robert memaparkan, temuan Ombudsman terkait Kemenkes, di antaranya Kemenkes tidak melakukan pendataan dan surveilan sejak awal munculnya gejala GGAPA. Kedua, Kemenkes tidak menindaklanjuti kasus GGAPA pada anak sebagai KLB sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus tersebut sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB.

Ketiga, Kemenkes tidak kompeten dalam mensosialisasikan dan menegakkan peraturan secara luas terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak akibat EG dan DEG. Keempat, Kemenkes tidak menyampaikan informasi secara luas mengenai kesimpulan penyebab GGAPA pada anak yang terkonfirmasi dari akibat konsumsi obat sirop mengandung EG dan DEG melanggar aturan ambang batas.

Temuan Ombudsman RI, terkait BPOM, Robert menjelaskan bahwa proses peredaran obat sirop mengandung EG dan DEG yang melanggar aturan ambang batas tidak terawasi oleh BPOM. "Sehingga obat tersebut terdistribusi dan dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi penyebab GGAPA pada anak," terang Robert.

Kemudian, Ombudsman menemukan bahwa BPOM tidak optimal dalam mengawasi kegiatan Farmakovigilans dan kepatuhan industri farmasi terhadap aturan Farmakovigilans yang baik.

Tags:

Berita Terkait