Ombudsman Soroti Persiapan Pelaksanaan JPH
Berita

Ombudsman Soroti Persiapan Pelaksanaan JPH

Ditemukan beberapa persoalan yang dianggap dapat mengganggu pelayanan terhadap sertifikasi produk halal yang resmi dijalankan pada 17 Oktober nanti.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Jumpa pers Ombudsman terkait persiapan pelaksanaan JPH, Selasa (17/9). Foto: FNH
Jumpa pers Ombudsman terkait persiapan pelaksanaan JPH, Selasa (17/9). Foto: FNH

UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) mewajibkan sertifikasi halal terhadap seluruh produk makanan dan minuman, obat-obatan serta kosmetik yang beredar di Indonesia. Undang-undang ini mengamanatkan terhitung 17 Oktober 2019 semua produk wajib bersertifikat halal.

 

Satu bulan jelang pelaksanaanya, Ombudsman melakukan monitoring sepanjang Agustus hingga September 2019 dengan melakukan pengamatan dan permintaan keterangan kepada Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kantor Dinas Koperasi Usaha Kecil Mikro dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan UPTD Rumah Potong Hewan.

 

Selain itu, Ombudsman juga meminta keterangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Kementerian Kesehatan. Hasilnya, Ombudsman menemukan beberapa persoalan yang dianggap dapat mengganggu pelayanan terhadap sertifikasi produk halal yang resmi dijalankan pada 17 Oktober nanti.

 

Pertama, pembentukan BPJPH di daerah untuk pelayanan kepada masyarakat dinilai tidak dilakukan secara regional tetapi dengan perwakilan yang dititipkan kepada Kantor Wilayah Kemenag. Namun Ombudsman melihat sistem tersebut hingga saat ini belum berjalan efektif.

 

Kedua, belum adanya aturan rinci tentang proses dan kode etik serta audit di masing-masing kelembagaan terkait. Ketiga, belum adanya sosialisasi secara merata untuk memastikan masyarakat, pelaku usaha, Kemenag tingkat Kabupaten/Kota, Dinas Koperasi Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah serta Dinas lainnya tentang konsekuensi berlakukanya UU JPH.

 

Keempat, Ombudsman menilai belum adanya skema yang jelas tentang pembiayaan ringan kepada pelaku usaha mikro, kelima belum adanya skema harga sertifikasi halal yang akan dibebankan kepada pelaku usaha, dan keenam belum adanya struktur organisasi BPJPH yang jelas di daerah. 

 

"Untuk regional BPJPH, Kemenag memanfaatkan Kanwil. Ini baik, hanya saja kami melihat belum sistematis, strukturnya seperti apa, siapa yang mengerjakan. Juga tentang harga dan tarif belum cukup jelas dan baru akan ditetapkan sebelum 17 Oktober. Jadi monitoring ini supaya JPH tidak menyulitkan masyarakat," kata Anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy, Selasa (16/9).

 

Menjawab hasil monitoring tersebut, Staf Ahli Kemenag Janedri M Gaffar menyampaikan bahwa BPJPH siap beroperasi pada 17 Oktober mendatang. Sementara terkait pelayanan JPH, Kemenag dan BPJPH sudah melakukan pembicaraan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kedua belah pihak sepakat bersinergi sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing sesuai dengan UU JPH.

 

"Kami siap menerima permohonan pengajuan sertifikasi halal yang nanti diajukan oleh pelaku usaha. Setelah diajukan pemeriksaan terhadap dokumen, kami akan serahkan kepada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)," kata Janedri.

 

Sementara itu terkait LPH, Janedri menegaskan jika pihaknya bersama MUI sepakat untuk menjadikan LPPOM MUI sebagai LPH. Nantinya, produk akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh LPPOM MUI. Hasilnya kemudian akan diserahkan ke BPJPH dan disampaikan ke MUI untuk ditetapkan halalnya. 

 

(Baca: Impor Unggas Tak Wajib Sertifikasi Halal?)

 

Namun Janedri mengingatkan jika tak semua jenis produk diwajibkan bersertifikat halal pada 17 Oktober nanti. Kewajiban sertifikat halal akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan amanat UU JPH.

 

Awal pelaksanaanya, sertifikat halal hanya berlaku untuk jenis produk makanan dan minuman, produk yang sudah bersertifikat halal sebelumnya untuk perpanjangan dan pembaharuan, dan produk yang diwajibkan bersertifikat halal oleh aturan perundang-undangan. 

 

"Itu yang wajib 17 Oktober, produk seperti obat-obata dan kosmetik, barang gunaan, barang gunaan yang dipakai, jasa penyembelihan, penyimpanan akan diatur secara bertahap. Jadi kerangka besarnya seperti itu," tambahnya.

 

Sementara untuk sertifikat yang sudah diterbitkan oleh MUI sebelumnya, akan tetap berlaku hingga masa berakhirnya. Ke depan, demi menyokong pelaksanaan sertifikasi halal, BPJPH akan melakukan MoU dengan beberapa pihak termasuk MUI.

 

Selanjutnya, Ahmad Suaeby menegaskan Ombudsman akan tetap memantau persiapan pelaksanaan sertifikasi halal hingga sepekan jelang dinyatakan berlaku. Fokusnya adalah terkait pelayanan yang terjangkau dan menyoal tarif untuk UMKM.

 

"Kami akan tetap memantau sampai sepekan jelang berlaku, fokus bagaimana pelayanan terjangkau, juga soal tarif bagaimana dengan UMKM. Meskipun nanti masih ada kekurangan semoga tidak menjadikan kisruh," pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait