Optimalisasi Peradilan Elekronik di Singapura Memudahkan Kerja Pengacara
Techlaw.Fest 2021

Optimalisasi Peradilan Elekronik di Singapura Memudahkan Kerja Pengacara

Pandemi Covid-19 mendorong lembaga peradilan lebih memanfaatkan penggunaan teknologi bagi pengguna layanan peradilan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi secara daring TechLaw Fest 2021 bertajuk 'How Covid has Augmented Court Processes', Kamis (23/9/2021). Foto: ADI
Sejumlah narasumber dalam diskusi secara daring TechLaw Fest 2021 bertajuk 'How Covid has Augmented Court Processes', Kamis (23/9/2021). Foto: ADI

Pandemi Covid 19 membuat sejumlah pemerintahan di berbagai negara menerbitkan kebijakan untuk membatasi mobilitas masyarakat dan mencegah kerumunan termasuk dalam pelayanan publik, termasuk pelayanan proses pengadilan. Otoritas peradilan di berbagai negara, salah satunya di Singapura telah mendorong penggunaan teknologi dalam pelayanan di pengadilan termasuk dalam proses persidangan.

Kepala Transformasi dan Inovasi Mahkamah Agung Singapura, Tan Ken Hwee, mengatakan pengadilan di Singapura telah memanfaatkan teknologi digital jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia.

“Pandemi Covid 19 semakin mendorong penggunaan teknologi lebih luas dan meningkat di pengadilan Singapura,” kata Ken Whee dalam diskusi secara daring TechLaw.Fest 2021 bertajuk “How Covid has Augmented Court Processes”, Kamis (23/9/2021). (Baca Juga: Peran Kantor Hukum Cegah Kejahatan Pencucian Uang dan Pendanaan Teroris)

 

Perubahan dalam peraturan melahirkan pemahaman yang kompleks terhadap suatu isu hukum. Ketahui dan pahami kewajiban dan sanksi hukum perusahaan Anda dalam satu platform integratif dengan Regulatory Compliance System dari Hukumonline, klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

 

Ken Hwee menjelaskan sejak tahun 2000, pengadilan di Singapura untuk perkara tertentu telah menerapkan persidangan dengan interaksi jarak jauh, sehingga para pihak tidak perlu hadir di pengadilan. Kemudian pengajuan dokumen juga dilakukan secara elektronik termasuk proses litigasi secara elektronik (e-litigation).   

“Sekarang penggunaan teknologi untuk menangani perkara semakin berkembang termasuk mengembangkan layanan penanganan perkara perceraian secara elektronik dan klaim kecelakaan motor secara daring,” jelasnya.

Meski begitu, ada banyak tantangan yang dihadapi dalam menerapkan teknologi digital. Misalnya, informasi apa saja yang perlu disediakan bagi pengguna layanan peradilan. Informasi yang diberikan dalam beragam media digital yang tersedia disajikan dengan sangat berhati-hati.

Menurut Ken Hwee, jika pengguna layanan peradilan mau mendapat informasi yang sesuai dengan persoalan yang dihadapi maka lebih baik mencari pendamping atau pengacara untuk mendapat pendapat hukum yang terbaik.

Hakim Distrik, Pengadilan Keluarga Singapura, Jinny Tan, mengatakan sistem litigasi elektronik (e-litigation) dan penanganan perkara perceraian secara daring berupaya memberi kemudahan bagi para pengguna. Tak hanya memberi keuntungan dan kemudahan kepada orang yang berperkara sendiri di pengadilan atau litigant in person, tapi juga memudahkan kerja pengacara/advokat.   

“Karena semakin mengefektifkan penggunaan waktu dan biaya dalam berperkara,” ujarnya.

Melalui sistem digital itu, Jinny mengatakan para pengguna tidak perlu pusing membuat draft permohonan untuk diajukan ke pengadilan. Mereka hanya perlu mengisi formulir digital melalui laman yang telah disediakan. Sistem ini digunakan untuk berbagai perkara di Pengadilan Keluarga, seperti perceraian.

Sistem digital itu juga memberikan informasi yang dibutuhkan, sehingga tidak membingungkan pengguna. Misalnya apa itu hak asuh (custody), sistem akan memberi tahu apa artinya. Kemudian memberi kemudahkan untuk mendapatkan pendampingan dan berkonsultasi dengan pengacara. “Sistem ini harus dibuat secara sederhana agar mudah dipahami penggunanya,” ujarnya.

Hakim Distrik, Pengadilan Negeri Singapura, Tan May Tee, mengatakan proses persidangan secara daring sangat membantu kerja pengacara. Jika sebelumnya pengacara harus menunggu giliran selama berjam-jam untuk bersidang, tapi dengan teknologi hal tersebut bisa dilakukan secara daring, sehingga tidak perlu hadir ke pengadilan.

“Penggunaan teknologi ini tak hanya membantu kerja pengadilan, tapi juga para praktisi hukum,” katanya.

Dalam membangun sistem berbasis teknologi itu May Tee mengusulkan agar cara pandang yang digunakan melihat dari sisi pengguna. Tujuannya agar sistem peradilan berbasis teknologi ini dapat mudah digunakan bagi setiap pengguna layanan peradilan.

Hakim Distrik, Pengadilan Negeri Singapura, Jasbendar Kaur, mengingatkan agar penggunaan teknologi ini memperhatikan masyarakat yang butuh pendampingan untuk mengakses teknologi. Oleh karena itu harus disediakan infrastruktur yang mudah diakses masyarakat pengguna layanan. “Sistem ini harus bisa diakses untuk semua masyarakat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait