Pak Tri dan Tamsil Memetik Buah di Pohon Tinggi Kasus Marsinah
Pejuang Keadilan dari Surabaya

Pak Tri dan Tamsil Memetik Buah di Pohon Tinggi Kasus Marsinah

​​​​​​​Kiprah Trimoelja D Soerjadi di dunia advokat tak bisa dilepaskan dari kasus pembunuhan aktivis buruh, Marsinah. Perkara yang semula ditolaknya. Berkat kegigihannya, Trimoelja mendapat Anugerah Yap Thiam Hien Award.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Lima bulan setelah tanggal penemuan mayat, Trimoelja kedatangan dua orang tamu di kantornya. Salah seorang bernama Lina Melati, isteri Judi Susanto. Kepada sahibul bait Nyonya Lina menceritakan maksud kedatangannya: meminta kesediaan Trimoelja untuk menjadi penasihat hukum suaminya yang disangkutpautkan dengan pembunuhan Marsinah. Judi, Direktur sekaligus pemilik CPS, diculik aparat pada 1 Oktober 1993 dan tak diketahui ditahan di mana.

 

Seperti terekam dalam memoarnya, Trimoelja semula menolak permintaan itu karena masalah etika. Ia tahu Judi Susanto sudah memiliki pengacara sendiri, yakni Pieter Talaway. Sebagai advokat yang memahami kode etik profesi, tak mungkin bagi Trimoelja menerima permintaan itu. Nyonya Lina menangis mendengar penolakan itu, dan meminta kesediaan Trimoelja. Lantaran iba, Trimoelja menyarankan agar Nyonya Lina menghubungi Pieter Talaway untuk bertanya apakah Trimoelja boleh bergabung dengan tim penasihat hukum Judi Susanto. Trimoelja juga menelepon langsung koleganya itu pada hari lain, langsung di depan Nyonya Lina. Pieter tak keberatan. Akhirnya, Trimoelja mendapat surat kuasa untuk mendampingi proses hukum Judi Susanto, bersama Pieter Talaway dan Rudi Aedhar.  

 

Trimoelja mengibaratkan kasus Marsinah bagai ‘memetik buah ranum di pohon tinggi tanpa galah’. Artinya, nyaris mustahil bagi tim pengacara untuk memetik buah ranum itu jika penasihat hukum tak bisa memanjat dan tak punya galah untuk meraihnya. Buah ranum itu adalah kebenaran, dan kebenaran itu sesuatu yang harus diraih. Kekuatan pengacara adalah menggoyang-goyang batang pohon dengan harapan lama kelamaan buah ranum itu jatuh dengan sendirinya. Kebenaran itu, kalau terus diperjuangkan, akan jatuh ke bumi, ia akan mengakar ke bumi. Jika sudah jatuh ke bumi, banyak orang bisa menikmatinya. Trimoelja tampil di depan menyampaikan pandangan-pandangan tim penasihat hukum ke media massa. Ia menyebutkan bahwa penetapan Judi Susanto dan beberapa karyawan CPS sebagai terdakwa adalah rekayasa militer dan polisi. Para tersangka/terdakwa terpaksa mengaku lantaran tidak tahan penyiksaan dan tekanan. Dan, melalui strategi yang jitu didukung tamsil yang terus didengungkan, tim penasihat hukum Judi Susanto berhasil merebut opini dan simpati publik.

 

Sebagai bagian dari pencarian keadilan, tim penasihat hukum juga menyiapkan praperadilan. Langkah ini ditempuh karena berhari-hari tak ada kabar pasti di mana Judi Susanto ditahan. Polisi berkali-kali membantah, demikian pula Kodam Brawijaya. Barulah pada 20 Oktober 1993 Judi muncul di Polda Jawa Timur dengan status tahanan. Salinan surat perintah penangkapan dan penahanan Judi Susanto juga baru hari itu diberikan kepada keluarganya. Praperadilan itu ditolak hakim.

 

Keanehan lain diperoleh dari cerita Judi. Ternyata sebelum ditangani polisi, Judi ditahan di Detasemen Intelijen Kodam V Brawijaya. Cerita Judi menguatkan dugaan bahwa oknum militer terlibat dalam penanganan kasus pembunuhan Marsinah. Masalah ini kemudian diangkat tim pengacara dalam pembelaan, pledoi Judi diberi judul Republic of Fear. “Bagaimana republik kita ini kalau orang tahunya takut, takut, takut, dan takut?” tegas Pak Tri dalam perbincangan dengan hukumonline. “Apa republik macam ini yang kita inginkan?,” sambung advokat yang pernah menjabat Ketua Dewan Kehormatan Daerah DPC Peradi Jawa Jimur ini.

 

Strategi lain adalah mengadukan kasus yang ditanganinya ke Komnas HAM di Jakarta dan sejumlah lembaga pemerhati hak asasi manusia. Komnas HAM memberi respons dengan menyurati para pemangku kepentingan. Judi Susanto juga diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan kepada Komnas HAM. Bahkan Komnas memfasilitasi hearing dengan sejumlah pihak yang berkepentingan. Dalam pertemuan itu, Trimoelja kembali menyinggung keterlibatan militer, bahkan menyebut penyiksaan tak berperikemanusiaan yang dilakukan oknum militer dan polisi terhadap Judi Susanto. Pernyataan terbuka Trimoelja membuat gerah banyak petinggi militer dan polisi. Seorang penyidik di Polda Jatim bahkan mengajak Trimoelja berduel, sebuah tantangan yang tak dilayani. Yang pasti teror terhadap tim pengacara gonta ganti datang.

 

Meskipun sudah diperingatkan keluarga, Trimoelja dan pengacara lain tetap maju membela kliennya. Penuntut umum mendakwa Judi Susanto bersama-sama orang lain melakukan tindakan yang melanggar Pasal 340 KUHP (primair), Pasal 355 ayat (2) KUHP (subsidair), atau Pasal 333 ayat (3) KUHP (lebih subsidair). Dakwaannya bersifat alternatif. Di persidangan, Judi mencabut keterangannya dalam BAP karena BAP itu ditandatangani di bawah siksaan dan tekanan. Beberapa orang saksi pun demikian. Selain menyampaikan nota pembelaan/pledoi Republic of Fear, tim pengacara juga mengajukan ahli kedokteran kehakiman dokter Abdul Mun’im Idris. Dalam persidangan, kejanggalan demi kejanggalan terutama analisis medis, surat dakwaan dibongkar. Tak hanya itu, tim penasihat hukum berhasil membuktikan alibi Judi Susanto. Surat dakwaan jaksa menyebut terdakwa memimpin rapat di kantor PT CPS Porong pada 5 Mei 1993, rapat merencanakan pembunuhan Marsinah. Faktanya, Judi berada di kantor PT CPS di Rungkut Surabaya.

Tags:

Berita Terkait