Pakar: Konstitusi Tegas Membatasi Masa Jabatan Presiden 2 Periode
Terbaru

Pakar: Konstitusi Tegas Membatasi Masa Jabatan Presiden 2 Periode

Pasal 7 UUD RI 1945 memandatkan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Untuk itu, hal penting mendapat perhatian adalah amandemen konsitusi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Tapi sayangnya Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 mengatur lain, dimana pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu legislatif sebelumnya.

Dia menilai Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu melanggar Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Ada perbedaan konsep yang sangat berbeda dan saling bertentangan antara kedua pasal itu. Persyaratan ambang batas pencalonan presiden itu hanya memberi ruang bagi parpol besar. Akibatnya, jumlah pasangan calon yang akan maju dalam pemilu nanti sangat minim, sehingga pilihan masyarakat untuk memilih pemimpinnya sangat terbatas.

Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, melihat ada kecenderungan kalangan oligarki sudah nyaman dengan pemerintahan saat ini. Tapi oligarki tidak akan pernah puas karena mereka ingin terus mengumpulkan kekayaan dan mengamankannya melalui kekuasaan.

“Oligarki tidak mau kekuasaan yang nyaman bagi mereka ini dibongkar karena ketika terpilih Presiden baru nanti jaringan mereka akan berbeda,” ujarnya.

Sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara langsung ini, menurut perempuan yang disapa Bibiv itu mendorong adanya populisme. Tapi adanya pengaturan ambang batas pencalonan Presiden membuat isu ini menjadi komoditas tawar-menawar antar partai besar.

Soal amandemen UUD Tahun 1945, Bibiv mengatakan ada syarat yang harus dipenuhi yakni amandemen bisa dilakukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Untuk mengubah pasal dalam konstitusi sidang MPR harus dihadiri sekurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Keputusan untuk mengubah pasal itu dilakukan dengan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari seluruh anggota MPR.

Menurut Bibiv, wacana amandemen konstitusi harus jadi perhatian, karena melihat kecenderungan pemerintah dan DPR dalam menerbitkan beberapa aturan seperti revisi UU KPK dan terbitnya UU Cipta Kerja. “Dalam ranah politik formal semua bisa terjadi dengan aktor-aktor politik yang ada sekarang ini,” ujarnya.

Mengenai ada wacana perpanjangan masa jabatan Presiden, Bivitri melihat ada pandangan yang menggunakan dalih keadaan darurat. Menurutnya, perpanjangan jabatan itu tidak bisa serta merta dilakukan karena kondisi darurat karena harus ada pernyataan. Mengacu UU No.23/Prp/1959, saat ini tidak masuk rezim kondisi darurat, melainkan bencana nonalam dan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Tags:

Berita Terkait