Pakar: Profesi Polisi Adalah Aparat Penegak Hukum
Berita

Pakar: Profesi Polisi Adalah Aparat Penegak Hukum

Soal polisi itu diposisikan dalam jabatan administratif, dia tetap penegak hukum karena profesi polisinya tidak ditanggalkan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Polisi lalu lintas saat bertugas. Foto: RES (Ilustrasi)
Polisi lalu lintas saat bertugas. Foto: RES (Ilustrasi)

Putusan praperadilan Komjen (Pol) Budi Gunawan masih menyisakan berbagai perdebatan. Salah satunya, mengenai penyempitan makna polisi sebagai aparat penegak hukum. Hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang memeriksa praperadilan Budi Gunawan mempersempit makna penegak hukum pada Kepolisian menjadi sebatas polisi yang bertugas sebagai penyelidik dan penyidik.

Padahal, menurut pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, Adami Chazawi, semua polisi merupakan penegak hukum. "Penegak hukum itu terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, hakim, dan advokat. Maka, tidak ada itu yang namanya advokat administrasi, begitu juga dengan jaksa, polisi, dan hakim," katanya kepada hukumonline, Rabu (18/2).

Senada, pengajar Fakultas Hukum Bina Nusantara Sidharta juga menyatakan, saat seseorang dilantik sebagai anggota polisi, orang itu berprofesi sebagai polisi dan profesi polisi itu adalah penegak hukum. "Soal dia diposisikan lebih kepada administarif, dia tetap penegak hukum karena profesi polisinya tidak dia tanggalkan," ujarnya.

Misalnya saja, seorang polisi lalu-lintas (Polantas) yang ditugaskan untuk menangani administrasi di Samsat. Sidharta mengatakan, Polantas tersebut tetap penegak hukum. Begitu pula dengan Budi Gunawan saat menjabat Kepala Biro Pembinaan dan Karir Deputi Sumber Daya Mabes Polri. Profesi Budi Gunawan selaku polisi tetap melekat.

Sesuai Pasal 2 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 3 juga menyebutkan Polri bertujuan mewujudkan tegaknya hukum.

Oleh karena itu, Sidharta menegaskan apapun jabatan yang disandang anggota polisi, tetap saja profesi mereka sebagai polisi yang merupakan aparat penegak hukum. Ia berpandangan pertimbangan hakim Sarpin yang mempersempit penegak hukum hanya polisi yang bertugas sebagai penyelidik dan penyidik tidak relevan.

"Jadi, profesi penegak hukum itu melekat pada profesinya, bukan pada fungsi pekerjaannya. Terlepas dia di-job-kan sebagai apa, itu persoalan berbeda. Itu adalah kewenangan atasannya. Kan tidak mungkin dong seorang atasan menjadikan polisi itu bukan penegak hukum, itu tidak masuk akal. Kecuali kalau dia sudah berhenti sebagai polisi," tuturnya.

Sidharta kembali mencontohkan, seorang advokat, ketika dilantik, UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan dia adalah penegak hukum. Begitu pula dengan polisi, jaksa, dan hakim. Dengan demikian, tidak menjadi persoalan apakah mereka dipekerjakan dalam jabatan administrasi atau bukan karena profesinya sebagai penegak hukum tetap melekat.

Dalam pertimbangannya, hakim Sarpin menyatakan KPK tidak memiliki kewenangan untuk menangani perkara Budi Gunawan, sehingga penetapan tersangka jenderal bintang tiga itu tidak sah dan berdasar hukum. Hal itu dikarenakan Pasal 11 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur secara limitatif kewenangan KPK dalam menangani perkara korupsi.

Pasal 11 UU KPK membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan hanya untuk perkara-perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara neagara, aparat penegak hukum, mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau perkara korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Namun, dalam perkara Budi Gunawan, Sarpin menilai KPK tidak berwenang karena kedudukan Budi Gunawan selaku Karo Binkar pada Deputi SDM Mabes Polri bukan penyelenggara negara dan penegak hukum. Pasalnya, Karo Binkar adalah jabatan administratif dan salah satu unsur pelaksana SDM di Deputi Kapolri yang bertugas membantu unsur pimpinan.

Kemudian, mengenai unsur meresahkan masyarakat pada Pasal 11 huruf b UU KPK, Sarpin berpendapat kasus Budi Gunawan tidak mendapati perhatian yang meresahkan masyarakat. Ia beralasan Budi Gunawan ketika itu belum dikenal. Budi Gunawan baru dikenal masyarakat menjelang fit and proper test calon Kapolri.

Terkait unsur mengakibatkan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar, Sarpin menjelaskan, KPK tidak menduga Budi Gunawan melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara, melainkan tindak pidana menerima hadiah atau janji. Oleh karena itu, dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak dapat dikaitkan dengan kerugian negara.

Tags:

Berita Terkait