Pandangan 3 Dosen Hukum Pidana Terkait Polemik Donasi Keluarga Akidi Tio
Utama

Pandangan 3 Dosen Hukum Pidana Terkait Polemik Donasi Keluarga Akidi Tio

Pasal 14 dan Pasal 15 UU No.1 Tahun 1946 bisa diterapkan, tetapi kasus donasi/sumbangan sebesar Rp2 triliun ini dinilai belum memenuhi unsur "dapat menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat". Para pakar hukum terbelah memandang unsur “dapat menerbitkan keonaran” yakni sebagai delik formil dan delik materil.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi berita bohong. Hol
Ilustrasi berita bohong. Hol

Sumbangan dana hibah senilai Rp 2 Triliun dari anak pengusaha Akidi Tio (Alm) terus menjadi perbincangan. Terutama setelah penyidik Polda Sumatera Selatan meminta keterangan lima orang yakni anak Akidi Tio, Heryanti; dokter pribadi keluarga dr. Hardi Darmawan; dan kerabat yang mengetahui perkara ini, Senin-Selasa (2-3/8/2021). Sebab, ramai diberitakan sumbangan sebesar Rp2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan berupa bilyet giro yang telah jatuh tempo, gagal cair atau tidak bisa dicairkan secara penuh.  

Sebelumnya, Heryanti telah melakukan seremonial secara simbolis serah terima sumbangan hibah itu bersama Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri disaksikan Gubernur Sumatera Selatan, dan pejabat daerah lain pada 26 Juli 2021 lalu. Kemudian, Heryanti sempat diberitakan potensi ditetapkan sebagai tersangka dan bisa dijerat Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Hal itu disampaikan Direktur Intelkam Polda Sumsel Kombes Pol Ratno Kuncoro.

“Motif masih kami dalami, ini bisa dikenakan dengan UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 14 dan 15, pasal penghinaan negara dengan ancaman 10 tahun,” kata Ratno Kuncoro, seperti dikutip Antara, Senin (2/8/2021) kemarin. (Baca Juga: Kasus Akidi Tio, Begini Ketentuan Soal Kerahasiaan Data Nasabah Bank)

Pasal 14 UU 1/1946

  1. Barangsiapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”
  2. Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal 15 UU 1/1946

“Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Tapi kemudian, pihak kepolisian menegaskan belum menetapkan siapapun menjadi tersangka dalam kasus ini. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut melakukan pemeriksaan, khususnya terhadap kejelasan bilyet giro yang dimaksud. Nantinya, laporan hasil analisis terkait donasi Rp2 triliun dari keluarga Akidi Tio ini diserahkan kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Sumatera Selatan.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2021) kemarin, mengatakan Mabes Polri menurunkan tim pengawas internal dari Dirsus Itwasum Mabes Polri dan Paminal Div Propam Polri untuk menelusuri kejelasan dan motif kasus ini. Tim internal Mabes Polri ini meminta keterangan Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Eko Indra Heri, yang ikut hadir dan menerima secara simbolis donasi Rp2 triliun dari keluarga pengusaha Akidi Tio.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait