Pandangan Pimpinan Baru KPK Terhadap Gagasan SP3
Berita

Pandangan Pimpinan Baru KPK Terhadap Gagasan SP3

Berdalih demi kepastian hukum dan penghormatan hak asasi manusia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Pasal 40 UU KPK tidak memberikan kewenangan SP3 terhadap KPK.  Namun dilihat dari Pasal 109 ayat (2) KUHAP, ada filosofi penghentian penyidikan yakni asas kepastian hukum, keadilan dan kepatutan. “Kalau Anda cari salah-salah tidak ketemu, maka SP3. Jangan gantung status orang,” ujarnya.

Nawawi berpendapat seyogianya penyidik dapat membuka dan melanjutkan penyidikan dengan tersangka yang sama. Sebab, KPK menjalankan tugas dan wewenangnya berlandaskan pada asas kepastian hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf a UU KPK. “Jadi saya mengatakan, Pasal 40 UU KPK dibuat tanpa pertimbangan dan filosofi yang ada. Saya setuju (UU KPK, red) setuju direvisi,” katanya.

Lili Pantauli Siregar, mantan komisoner Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), berpendapat perlu kewenangan SP3 bagi KPK. Lagipula dalam KUHAP sepanjang adanya bukti baru, terbuka lebar penyidikan dilanjutkan. “Ini menjawab semua tersangka yang selama ini tidak bisa dijawab,” katanya.

Baginya, pemberantasan korupsi mestinya tidak menghambat sektor lain. Sebab ketika ketiadaan kepastian hukum bagi nasib seseorang yang berstatus tersangka, sementara aset yang tidak bukan hasil korupsi turut disita. Seperti perusahaan yang akhirnya  mangkrak. Nah dengan adanya SP3 justru memberikan kepastian hukum. Hanya saja, pemberian SP3 mesti dilakukan ketat prosedurnya di KPK.

Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK terpilih berlatar dosen, berpandangan bahwa mekanisme penghentian  penyidikan dalam penanganan perkara merupakan peristiwa alami. Apalagi tak semua penyidikan menghasilkan berkas perkara berupa requisitor yang berujung di meja hijau.

Ia tegas-tegas menyatakan setuju KPK diberi kewenangan SP3 dengan syarat tertentu. Dia menyebutkan ketika menetapkan tersangka, tanpa alat bukti yang cukup dalam membuktikannya di depan mejelis hakim, maka bukan tidak mungkin status tersangka bakal disandang seseorang dalam kurun waktu yang tak jelas. SP3  menjadi bagian sistem peradilan pidana Indonesia yang berbasis ideologi Pancasila dengan mengedepankan hak asasi manusia. Setiap tindakan manusia tak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu perlunya mekanisme check and balance dalam penyidikan agar menghasilkan kebenaran. “Di hadapan kami SP3 adalah keniscayaan,” ujarnya.

Petahanan, Alexander Marwata,  enggan mengomentari gagasan kewenangan SP3 dalam draf revisi UU KPK. Ia berdalih apakah SP3 dimuat dalam perubahan atau tidak, merupakan ranah pembentuk Undang-Undang, bukan KPK.

Tags:

Berita Terkait