Pasca-Putusan MK Soal UU Ciptaker: Uji Formil Jadi Cara Kontrol Pembuatan UU
Utama

Pasca-Putusan MK Soal UU Ciptaker: Uji Formil Jadi Cara Kontrol Pembuatan UU

Putusan MK terkait uji formil UU Cipta Kerja harus jadi perhatian semua pihak.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit
Pakar hukum tata negara dan Ketua MK periode 2003-2006 dan 2006-2008, Jimly Asshiddiqie. Foto: RES
Pakar hukum tata negara dan Ketua MK periode 2003-2006 dan 2006-2008, Jimly Asshiddiqie. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji formil Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Putusan MK tersebut menjadi catatan penting dalam sejarah peradilan Indonesia karena UU Cipta Kerja memiliki dampak luas dan strategis dalam pengaturannya. Seperti diketahui, penyusunan UU Cipta Kerja dengan metode Omnibus Law mengubah dan mencabut lebih dari 80 UU.

Pakar hukum tata negara dan Ketua MK periode 2003-2006 dan 2006-2008, Jimly Asshiddiqie, menyampaikan putusan MK tersebut harus jadi perhatian semua pihak karena pertama kalinya dikabulkannya permohonan uji formil. Sehingga dia menganggap putusan ini merupakan hal bersejarah dan penting.

“Apalagi pengabulan MK melalui pengujian formal baru dikabulkan. Padahal sudah ada pengaturannya bahwa objek pengujian ada dua dari sisi pembentukan UU (formil) dan materi. Jadi di kalangan sarjana hukum, uji formil ini belum terlalu luas, jadi ini sangat bersejarah,” jelas Jimy, Rabu (1/12).

Dia menilai uji formil terhadap pembuatan UU mendapat perhatian luas. Dengan demikian, para pembuat UU yaitu pemerintah dan DPR mendapat kontrol ketat dari MK. Dia berharap proses pembuatan UU dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (Baca: Ahli Usulkan 4 Tahap Setelah Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja)

“Harus bayangkan ke depan bukan hanya uji materil, kalau pengujian formil langsung menohok. DPR dan pemerintah tidak bisa sembarangan buat UU. Misal saling telepon saat pandemi kayak ubah kementerian negara cuma satu minggu, kayak ubah KPK dalam dua minggu. Itu nggak bisa lagi karena ada kontrol mekanisme pengadilan seperti MK ini,” tegas Jimly.

“Pengujian formal masa kini masa depan lebih strategis dalam rangka kawal kinerja kualitas dan integritas demokrasi dari negara hukum dari law in action. Mudah-mudahan ini jadi referensi mengawal kinerja demokrasi negara hukum,” tambahnya.

Pengujian formil merupakan kewenangan yang dimiliki MK yang tercantum dalam UU MK (24/2003 sebagaimana telah diubah UU 7/2020).  Kemudian, ketentuan uji formil juga diatur dalam Peraturan MK 6/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Perundang-undangan. Sedangkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan juga diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Tags:

Berita Terkait