Pelaku Usaha Makanan Online Disarankan Cantumkan Informasi Kehalalan Produk
Terbaru

Pelaku Usaha Makanan Online Disarankan Cantumkan Informasi Kehalalan Produk

Selain itu pelaku usaha juga harus menjamin kehigienisan produk hingga sampai ke tangan konsumen.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

IHW memandang informasi kehalalalan dan tidak halal adalah sangat penting, terutama untuk produk makanan dan minuman yang telah bersertifikat halal. Sehingga diharapkan setiap masing – masing individu lebih berhati – hati dalam memilih makanan dan lebih peduli serta peka terhadap produk – produk yang beredar di Indonesia yang sudah bersertifikat halal ataupun yang tidak bersertifikat halal, mengingat kondisi saat ini pembelian makanan atau groceries melalui perdagangan daring (e-commerce) di masa pandemi COVID-19 mengalami peningkatan luar biasa.

“IHW juga mengapresiasi niatan Pemerintah ini dan menghimbau kepada seluruh pelaku usaha, serta layanan jasa e-commerce yang bekerja sama dengan pelaku usaha agar dapat mematuhi PP 39/2021, sehingga termasuk jasa layanan dan antaranya pun wajib memahami dan mematuhi ketentuan tersebut. Ini juga dalam rangka meningkatkan kepercayaan konsumen dan peningkatan penjualan dan omset produsen, serta kenyamanan konsumen (consumer satisfaction),” ujarnya.

Selain terkait kehalalan produk, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, pernah menyoroti kehigienisan makanan dan minuman yang dipejualbelikan secara daring. Apakah makanan yang diterima konsumen dari jasa pesan antar daring dipastikan aman untuk dikonsumsi? Hal ini yang masih menyisakan pertanyaan. Pasalnya, selain dari sisi pengemasan yang masih kurang aman (menggunakan sterofoam, plastik dengan kualitas buruk), faktor jasa pesan antar secara daring (proses pengiriman) juga harus menjadi perhatian. Sejauh mana jasa pengirim bisa menjamin pesanan tetap higienis?

Menurut David, BPOM sudah menerbitkan Peraturan BPOM No 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan Secara Daring. Dalam regulasi ini, BPOM mengatur beberapa hal mengenai makanan olahan yang diperdagangkan secara daring, termasuk proses pengantarannya.

David menyebut Peraturan BPOM 8/2020 sudah cukup ideal dalam mengatur jasa pesan antar makanan daring, namun dalam praktiknya beberapa hal dalam regulasi ini masih dilanggar. Misalnya, driver pengantar orang dan sekaligus sebagai jasa pengantar makanan, membawa makanan tanpa wadah tertutup.

“Harusnya driver-driver ini punya semacam tas atau kotak atau wadah tertutup untuk membawa makanan yang dipesan konsumen. Tapi nyatanya wadah itu tidak ada, dan memang tidak mungkin driver yang sekaligus membawa orang, harus membawa wadah tertutup. Ini yang menjadi masalah,” jelas David.

Untuk itu, David menilai seharusnya pihak ketiga sebagai jasa pengantar makanan daring memisahkan layanan pengantaran orang, pengantaran barang non makanan, dan pengantaran makanan olahan. Ia juga meminta pihak terkait termasuk BPOM untuk melakukan pengawasan seperti inspeksi mendadak atau pengecekan secara berkala terhadap produsen makanan daring, terutama UMKM.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait