Pembahasan RKUHP Masih Menyisakan Banyak Persoalan
Utama

Pembahasan RKUHP Masih Menyisakan Banyak Persoalan

Mulai pending pembahasan pasal di Buku I, beberapa pasal belum disepakati di Buku II, hingga pembahasan semua pasal Buku II belum selesai seluruhnya. Apalagi, rumusan pasal yang telah disepakati kurang tersosialisasi dengan maksimal kepada masyarakat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Buku KUHP R Soesilo. Foto: SGP
Buku KUHP R Soesilo. Foto: SGP

Pembahasan terhadap Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih terus berlangsung. Namun, target penyelesaian pembahasan RKUHP pada Desember 2017 nampaknya bakal molor. Meski pembahasan pasal per pasalnya nyaris rampung, tetapi masih menyisakan sejumlah permasalahan yang mesti diselesaikan agar tidak menimbulkan polemik.  

 

Pernyataan ini disampaikan anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Ajeng Gandini Kamilah di Jakarta, Kamis (7/12). “Walaupun Panja RKUHP dalam jadwal acara rapat Komisi III DPR telah menargetkan selesainya RKUHP pada akhir Desember 2017, tetapi target pembahasan mundur (dari jadwal yang ditargetkan),” ujar Ajeng.

 

Panja RKUHP memang telah membuat jadwal pembahasan secara rinci. Sayangnya, beberapa kali agenda pembahasan sesuai jadwal, namun tidak terlaksana. Alasannya sejumlah anggota Panja melakukan kunjungan luar negeri. Padahal pada 5 Desember lalu, Panja telah mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM. Agendanya, penyampaian laporan Ketua Panja RKUHP dan pengambilan keputusan serta penandatanganan naskah RKUHP.

 

“Namun Raker tersebut tidak terlaksana,” ujarnya. (Baca juga: RKUHP Bakal Jadi ‘Konstitusinya’ Hukum Pidana Nasional)

 

Hasil pantauan Aliansi, kata Ajeng, proses pembacaan ulang Buku I RKUHP telah dirampungkan tim pemerintah. Namun sayangnya masih terdapat sejumlah pasal yang belum disepakati alias pending. Padahal pasal-pasal dalam status pending sebenarnya menjadi ranah tanggung jawab Panja RKUHP untuk memutuskan.

 

Menurutnya, sejumlah pasal yang ditunda pembahasannya di Buku I awalnya terdapat sembilan hal. Dalam perkembangannya menyisakan dua ketentuan. “Yakni persoalan  hukum yang hidup dalam masyarakat/hukum adat dan pengaturan mengenai  hukuman mati. Hasil tim proofreader (pemerintah) Buku I yang telah disepakati Panja tersebut sudah dimasukkan ke tim perumus tim sinkronisasi Panja RKUHP,” ujarnya.

 

Selain itu, ada beberapa ketentuan pasal yang belum disepakati antara lain Pasal 2 RKUHP yang mengatur hukum yang hidup di masyarakat, Pasal 8 ayat (4) RKUHP tentang pengecualian pemberlakukan pidana mati bagi warga negara Indonesia di negara Abolisionis. Kemudian Pasal 14 ayat (3) tentang permufakatan jahat yang diancam pidana mati; Pasal 20 tentang pidana denda kategori I bagi pelaku percobaan tindak pidana; Pasal 21 ayat (2) tentang pidana maksimum 10 tahun bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup.

 

Lalu, Pasal 23 ayat (1) huruf a tentang pembantuan; Pasal 62 tentang pidana tutupan; Pasal 136 tentang diversi, tindakan dan pidana bagi anak mengenai kewajiban adat; serta sinkronisasi sejumlah pasal yang mengatur ketentuan pidana mati.

 

Ajeng yang juga peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) itu melanjutkan demikian pula pembahasan Buku II RKUHP belum diselesaikan seluruhnya oleh tim proofreader pemerintah. Setidaknya sebanyak 603 pasal telah ditelaahnya, khususnya Bab XXV tentang tindak pidana yang mengakibatkan mati atau luka karena kealpaan dari total 567 pasal Buku II (Pasal 219 s.d. Pasal 786). (Baca juga: Polemik Pasal Penodaan Agama Tetap Masuk dalam RKUHP)

 

“Dengan demikian, Tim Proofreader telah menyelesaikan penelaahan 14 Bab di Buku II dari total bab di Buku II yang berjumlah 39 bab. Tim proofreader saat ini masih menyelesaikan penelaahan Buku II untuk kepentingan Tim Perumus Panja  RKUHP sebelum masa reses DPR tanggal 14 Desember pekan depan,” lanjutnya.

 

Menurutnya, pasal-pasal yang masih di-pending dalam Buku II,  mekanisme pembahasannya sama seperti Buku I, yakni akan diputuskan di Rapat Panja RKUHP. Selain diputuskan di Panja, hal-hal tersebut ada kemungkinan diputuskan juga dalam rapat kerja (raker). Atau bisa jadi jika musyawarah tidak tercapai, maka akan dilakukan mekanisme voting.

 

Sementara Buku II, Bab XVI tentang tindak pidana kesusilaan, bagian keempat terkait zina, masih mengalami pembahasan yang cukup alot. “Pemerintah masih bersikeras mempertahankan perluasan tindak pidana zina yang ada di dalam KUHP saat ini. Zina dalam RKUHP diperluas akan menyasar seluruh pasangan tanpa syarat terikat perkawinan,” kata dia.

 

Lebih lanjut, Ajeng menilai aktivitas pembahasan RKUHP di penghujung 2017 mengalami penurunan. Padahal, di penghujung tahun menjadi fase penting untuk memastikan rumusan dan substansi RKUHP menjadi lebih bulat/kuat. Selain itu, pemerintah dan Panja dipandang kurang mempublikasikan secara luas hasil-hasil pembahasan RKUHP ke publik. Misalnya, rumusan pasal yang telah disepakati kurang tersosialisasi dengan maksimal kepada masyarakat.

 

“Masih banyak ketentuan-ketentuan yang seharusnya tidak perlu diatur dalam Buku II justru malah dikriminalisasi. Hasil RKUHP yang telah dibahas oleh Panja jelas akan menimbulkan gelombang kriminalisasi baru dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana Indonesia,” tutupnya.

 

Terpisah, Anggota Panja RKUHP Arsul Sani mengatakan progress pembahasan RKUHP sudah diujung jalan. Sebab, sudah ratusan pasal RKUHP rampung dibahas dan telah disepakati. Arsul mengakui masih menyisakan sejumlah pasal yang ditunda pembahasan lantaran belum mendapat kesepakatan antara Panja dengan pemerintah. Namun, ia yakin Panja RKUHP dapat merampungkannya di periode DPR 2014-2019.

 

“Sudah banyak pasal yang diselesaikan, kita akan segera rampungkan,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Tags:

Berita Terkait