Pemberian honorarium advokat berhak diberikan atas jasa hukum yang telah ia berikan kepada kliennya. Namun, akan menjadi pertanyaan apabila sumber honorarium advokat tersebut berasal dari kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kliennya.
Di dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dijelaskan, bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang.
Kemudian, jasa hukum yang dimaksud yaitu berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Baca Juga:
- Terdakwa Ditahan Tanpa Bukti dalam Film “The Mauritanian”
- Materi Kurikulum Pendidikan Profesi Advokat
- Mengenal Perbedaan Pengacara dan Penasehat Hukum
Hubungan advokat dengan klien merupakan hubungan keperdataan berupa jasa hukum. Advokat sebagai pemberi jasa hukum atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat.
Advokat memiliki hak atas hubungan hukum disamping kewajibannya terhadap kliennya dan demikian pula sebaiknya. Hak dan kewajiban advokat tertuang jelas di dalam UU, dan menerima honorarium adalah salah satu hak yang diperoleh oleh advokat.
Atas jasa hukum yang diberikan kepada klien tersebut, maka advokat berhak menerima honorarium atau pembayaran atas jasa yang telah ia berikan terhadap klien. Hal ini turut dijelaskan dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Advokat yang menjelaskan, advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya.