Pasal 119 menyebutkan “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.”
Pasal 123 ayat (3) menyebutkan “Pegawai ASN dan PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, ketua, wakil ketua, dan anggota DPR, ketua, wakil ketua, dan anggota DPD, gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.”
“Ini juga selaras dengan Pasal 50 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif yang mewajibkan PNS, TNI/Polri mengundurkan diri ketika ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif,” ujar Dirjen Peraturan Perundang-undangan Wicipto Setiadi dalam sidang pengujian UU ASN di ruang MK, Kamis (27/11).
Menurutnya, ketentuan yang serupa pernah ditolak MK melalui putusan MK bernomor 12/PUU-XI/2013 jo nomor 45/PUU-VIII/2010. Dalam putusan itu, MK berpendapat kewajiban mengundurkan diri sebagai PNS tersebut tidak harus diartikan pembatasan HAM karena tidak ada HAM yang dikurangi dalam konteks ini, melainkan konsekwensi yuridis atas pilihannya sendiri untuk masuk ke arena pemilihan jabatan politik.
“Menurut Mahkamah, dari perspektif kewajiban mengundurkan diri menurut undang-undang bagi PNS akan ikut pemilihan anggota DPD tersebut bukanlah pelanggaran hak konstitusional,” ujar Wicipto mengutip putusan MK itu.
“Jadi, dalil pemohon yang menganggap aturan pengunduran diri bagi PNS melanggar kontitusi tidak tepat. Justru ketentuan serupa pernah dimohonkan pengujian dengan alasanya yang sama, sehingga seharusnya putusan pertimbangan itu otomatis berlaku terhadap permohonan ini.”
Untuk dilketahui, pemohon yang menjabat Asisten Sekda (eselon IIb atau setara pimpinan tinggi pratama) di wilayah Papua memang berniat untuk menjadi kepala daerah. Namun, dia tak “rela” melepaskan status PNS-nya, akhirnya mempersoalkan aturan kewajiban pengunduran diri sebagai PNS itu ke MK.
Karenanya, dia meminta MK memberi tafsir atas kedua pasal agar jabatan pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah wajib mengundurkan diri dari jabatan itu sejak mendaftar. Bagi Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden dan kepala daerah wajib mengundurkan diri dari jabatan struktural atau fungsional secara sejak mendaftar.