Pemerintah Kaji Aturan Ketenagakerjaan Transportasi Daring
Berita

Pemerintah Kaji Aturan Ketenagakerjaan Transportasi Daring

Relasi antara pengemudi dan perusahaan operator apakah layak disebut kemitraan atau hubungan kerja?

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Mengenai hubungan kerja, Timboel mengusulkan agar kebijakan ketenagakerjaan untuk transportasi daring jangan terlalu kaku. Jangan sampai menutup akses pekerja yang saat ini sudah bekerja di perusahaan untuk ikut bergabung menjadi pengemudi transportasi daring. Dengan begitu mereka bisa mencari pendapatan tambahan.

 

Timboel mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja transportasi daring. Misalnya, mengatur upah layak, bisa dilakukan dengan menyesuaikan biaya per kilometer jarak yang ditempuh. "Jadi biaya per kilometer itu tidak hanya ditentukan oleh Kementerian Perhubungan tapi juga Kementerian Ketenagakerjaan," urainya di Jakarta, Sabtu (31/3).

 

Untuk perlindungan, Timboel mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan bisa menerbitkan regulasi yang mewajibkan seluruh pekerja transportasi daring untuk ikut menjadi peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) BPJS Ketenagakerjaan. Operator transportasi daring bisa memotong pendapatan pengemudi untuk kepentingan pembayaran iuran dan selanjutnya disetor ke BPJS Ketenagakerjaan.

 

Advokat publik LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, mengatakan merger yang dilakukan dua operator transportasi daring berdampak terhadap pekerja. Sebagian pekerja mendapat notifikasi untuk melakukan registrasi ulang, tapi bagi pengemudi yang sudah lanjut usia dan penyandang disabilitas tidak dijamin untuk diterima.

 

Kebijakan untuk tidak mempekerjakan pekerja dengan alasan disabilitas menurut Oky melanggar UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Begitu pula dengan kebijakan daftar ulang tanpa memberikan hak pekerja, itu merupakan pelanggaran. Padahal hubungan kerja operator yang bisnisnya dicaplok operator lain itu dengan para pengemudinya bukan kemitraan tapi hubungan kerja. "Istilah kemitraan dijadikan kedok untuk meniadakan kewajiban pengusaha untuk memenuhi hak pekerja," paparnya.

 

Oky menjelaskan kemitraan telah diatur dalam. Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Regulasi itu mengatur ada 4 syarat kemitraan. Pertama, adanya hubungan kerjasama antara 2 pihak atau lebih. Kedua, ada relasi hubungan yang setara antara kedua belah pihak. Ketiga, ada keterbukaan/ transparansi.

 

Keempat, ada hubungan yang saling menguntungkan terhadap kedua belah pihak yang mengikatkan diri ke dalam perjanjian kemitraan. Sedangkan perjanjian yang dijalin saat ini lebih tepat dikategorikan hubungan kerja sebagaimana diatur UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Karena memiliki karakteristik pekerja menjalankan perintah dan menerima upah," urai Oky.

 

UU Ketenagakerjaan mengatur ketika terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak buruh. Oleh karena itu kebijakan daftar ulang yang digulirkan salah satu operator transportasi daring yang merger itu tidak boleh diartikan masa kerja para pekerja dihitung lagi dari nol. Jika dalam proses peleburan itu mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pengusaha baru tidak bersedia menerima pekerja maka pekerja berhak menerima pesangon 2 kali ketentuan.

Tags:

Berita Terkait