Pemerintah Resmi Buka Larangan Ekspor CPO
Terbaru

Pemerintah Resmi Buka Larangan Ekspor CPO

Kebijakan ini akan diikuti dengan upaya untuk tetap menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng melalui penerapan aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) oleh Kementerian Perdagangan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

“Ketersediaan pasokan dan penyaluran minyak goreng terus menerus dimonitor dengan memanfaatkan antara lain aplikasi di Kemenperin (SiMIRAH), dan distribusi di pasar akan menggunakan sistem yang berbasis KTP. Target pembeli diharapkan akan tepat sasaran,” kata Menko Airlangga.

Pemerintah juga akan menerbitkan kembali pengaturan pasokan dan pengendalian harga yang secara teknis akan diatur lebih lanjut oleh Kementerian Perdagangan. Sedangkan untuk menjamin pembelian TBS dari petani dengan harga yang wajar, dilakukan pengaturan pembelian TBS dari petani oleh perusahaan CPO dengan harga yang wajar.

Disamping itu, untuk akselerasi percepatan distribusi Minyak Goreng dengan harga HET Rp14.000,00 per liter, Pemerintah memberikan penugasan kepada Perum BULOG sebagai pengelola cadangan minyak goreng sebesar 10% dari total kebutuhan minyak goreng dalam bentuk kemasan sederhana.

Pelaksanaan kebijakan tersebut terutama untuk distribusi minyak goreng ke masyarakat dengan harga terjangkau sebesar Rp14.000,00 per liter serta pelaksanaan ekspor oleh produsen akan dilakukan pengawasan secara ketat dan terintegrasi, baik oleh Bea dan Cukai, Satgas Pangan Polri, Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah dan pengawasan juga akan melibatkan Kejaksaan Agung.

Airlangga juga menjelaskan bahwa untuk pelaksanaan teknis pencabutan pelarangan dan pembukaan kembali ekspor akan diatur dan dikoordinasikan secara teknis oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan serta penyesuaian Peraturan Menteri Perindustrian agar pelaksanaan pembukaan ekspor sudah dapat mulai berjalan pada tanggal 23 Mei 2022.

Sebelumnya anggota Komisi IV DPR Daniel Johan meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi terkait larangan ekspor CPO. Pasalnya sejak kebijakan larangan  ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) beserta turunanya berlaku, harga minyak goreng tak juga kunjung kembali ke angka keekonomian masyarakat. Pemerintah pun diminta parlemen agar mengevaluasi kebijakan tersebut seiring Kementerian Perdagangan yang menerbitkan Program Minyak Goreng (Migor) Rakyat.

Menurutnya, kebijakan tersebut berdampak terhadap turunnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Alhasil, petani sawit pun mengalami kerugian. Dia mencontohkan di wilayah Kalimantan Barat, misalnya, harga TBS anjlok di angka Rp2.200 per kilogram. Padahal sebelumnya di angka Rp3.700 per kilogram. Ironisnya di daerah yang tidak terdapat pabrik besar, harga TBS di angka Rp1.500 per kilogram.

Dia khawatir kondisi tersebut menyebabkan TBS sawit tak terserap industri lantaran tangki penyimpanan tak lagi mampu menampung. Akibatnya, banyak pablik yang berhenti produksi yang ujungnya berdampak terhadap pekerja dan petani sawit. Karena itulah, pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan larangan ekspor CPO.

Daniel melihat kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di pasaran akibat pengaturan perdagangan. Tak hanya itu, kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng akibat dicabutnya kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan kebijakan ekspor yang semula tidak dikawal atau diawasi secara ketat. “Kami mendorong Presiden melakukan kalkulasi yang mendalam dan mengoreksinya secara jitu,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Tags:

Berita Terkait