Pemerintah Satu Suara Soal Divestasi Newmont
Berita

Pemerintah Satu Suara Soal Divestasi Newmont

Menteri ESDM membantah tak sejalan dengan Menkeu soal pembelian tujuh persen saham Newmont.

Oleh:
Yoz
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh (kiri) bantah tak kompak<br> dengan Menkeu soal divestasi Newmont. Foto: SGP
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh (kiri) bantah tak kompak<br> dengan Menkeu soal divestasi Newmont. Foto: SGP

Menteri  Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh membantah tak Kompak dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo terkait pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara. Darwin menegaskan pihaknya hanya tidak mau tergesa-gesa dalam menyelesaikan pembelian saham perusahaan tambang tersebut.

 

“Tidak perlu dilihat ada perbedaan di pemerintah. Karena dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri ESDM adalah wakil pemerintah dalam menjalani proses ini,” kata Darwin, Selasa (21/6).

 

Menurutnya, Kementerian ESDM ada dalam tim pemerintah, meskipun yang bertindak sebagai leading sektor adalah Menteri Keuangan. Proses pembelian saham Newmont sendiri hingga kini masih terus berlanjut. Namun, ia menegaskan pihaknya tidak bekerja melulu berdasarkan deadline, tapi lebih pada aspek terkait khususnya masalah hukum dan administrasi.

 

Darwin mengakui proses pembelian sisa saham Newmont oleh Menteri Keuangan telah sesuai dengan kontrak karya. Akan tetapi, ia tidak menegaskan secara gamblang alasan belum diterbitkannya surat akhir dari proses pembelian tersebut sehingga PIP bisa melakukan pembayaran.

 

“Surat dari ESDM pada dasarnya berkaitan dengan Pasal 24 kontrak karya dan itu sudah tuntas. Adapun hal yang lain yang masih diperlukan itu masih dalam proses,” katanya.

 

Seperti diketahui, Kementerian ESDM belum menyetujui pengalihan tujuh persen saham Newmont ke Pemerintah Pusat meskipun perjanjian jual beli divestasi saham tersebut sudah dilakukan. Dalam keterangan persnya, Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM Sutisna Prawira menyatakan Newmont harus menyelesaikan berbagai persyaratan dan persoalan hukum yang dilakukannya sebelum surat persetujuan pengalihan saham dikeluarkan.

 

Senin kemarin (20/6), Agus Marto mengeluhkan adanya kesan dari Kementerian ESDM yang menghambat keluarnya surat persetujuan perubahan kepemilikan saham PT Newmont Nusa Tenggara yang belum juga diberikan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Namun, ia menegaskan tidak ada perbedaan pendapat di pemerintahan mengenai pembelian tujuh persen saham Newmont.

 

Lebih jauh, Agus berharap adanya keputusan politik dalam pembelian saham Newmont oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) tidak mengganggu proses divestasi. “Saya menghormati proses politik, tapi proses pembelian divestasi tujuh persen saham Newmont harus dijalankan sesuai dengan ketentuan negara hukum,” ujar mantan Dirut bank Mandiri ini.

 

Diberitakan hukumonline sebelumnya, proses pembelian tujuh persen saham Newmont, banyak menimbulkan polemik dari awal. Pemerintah meyakini pembelian tujuh persen divestasi saham Newmont memiliki dasar hukum yang kuat, yakni UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada Menkeu untuk melakukan investasi. Untuk itu, dibentuk PIP yang penyertaan modal awalnya membutuhkan persetujuan DPR yang kemudian secara mandiri, Menkeu mengelolanya sebagai dana bergulir.

 

Namun, ada kalangan LSM yang menganggap pembelian saham tersebut ilegal. Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Laskar Empati Pembela Bangsa (LEPAS), meminta Komisi XI membatalkan keputusan pemerintah tersebut dengan alasan pembelian tersebut dinilai akan menimbulkan kerugian yang besar bagi negara.

 

Panglima Besar LEPAS Eggy Sudjana mengatakan ada beberapa kejanggalan yang patut dipertanyakan di balik keputusan Menkeu membeli sisa saham divestasi Newmont. Pertama, soal penggunaan dana PIP untuk membeli saham tersebut.

 

Menurutnya, tidak satupun klausul dalam PP No 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan Permen No 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja PIP yang menyatakan lembaga ini diperbolehkan membiayai divestasi perusahaan tambang. Sedangkan amanat pembentukan aturan-aturan tersebut bersemangatkan pada investasi pembangunan infrastruktur. Apalagi, dana PIP berasal dari kas negara karena lembaga itu merupakan salah satu instansi pemerintah yang dananya dari APBN.

 

Namun, pendapat itu dibantah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia Panusunan Nasution. Ia menjelaskan pada Pasal 7 ayat (2h) UU No 1 Tahun 2004 dijelaskan, Menkeu selaku bendahara negara berwenang mengelola dan menempatkan uang negara. Kemudian, Pasal 21 ayat (1) menyatakan pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk mendapatkan manfaat lainnya.

 

 

Tags:

Berita Terkait