Pemidanaan Daniel Tangkilisan dan Problematika Kebebasan Berekspresi
Terbaru

Pemidanaan Daniel Tangkilisan dan Problematika Kebebasan Berekspresi

Penerapan sejumlah pasal sebagai dasar pemidanaan memperlihatkan kekeliruan hukum dalam penggunaan pasal ujaran kebencian dan pencemaran nama baik, mengingat rumusan dan struktur kedua pasal tersebut telah diubah seiring dengan pengesahan UU ITE terbaru.

Hamalatul Qurani
Bacaan 5 Menit

Prinsip kebebasan berekspresi pada dasarnya melindungi semua jenis informasi atau ide apa pun, termasuk dalam hal ini fakta, komentar kritis, atau pun gagasan. Jadi termasuk gagasan yang bersifat sangat subjektif dan opini pribadi, berita ataupun informasi yang relatif netral, iklan komersial, seni, komentar yang lebih bersifat politis/kritis, bahkan materi pornografi sekalipun. Kebebasan berekspresi juga melindungi semua bentuk komunikasi, baik lisan, tertulis, cetak, media seni, internet, serta media apa pun yang menjadi pilihan seseorang. Perlindungan tersebut ditujukan pada semua bentuk media: radio, televisi, film, musik, grafis, fotografi, media seni, internet, juga kebebasan untuk melintas batas negara.

Keempat, kriminalisasi Daniel Tangkilisan adalah tindakan yang bersifat diproporsional dari pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Pada dasarnya hukuman penjara untuk pencemaran nama baik adalah tidak diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis, dan bertentangan dengan jaminan perlindungan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Hal ini sejalan dengan Komentar Umum No. 34 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang menegaskan bahwa suatu UU yang mengatur tentang pembatasan kebebasan berekspresi tidak boleh melanggar ketentuan non-diskriminatif dari Kovenan (ICCPR), dan yang paling penting adalah undang- undang tersebut tidak memberikan hukuman-hukuman yang tidak sesuai dengan Kovenan salah satunya adalah hukuman fisik.

Kelima, kriminalisasi terhadap Daniel Frits Maurits Tangkilisan adalah bentuk dari Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). ELSAM menemukan bahwa hingga Februari 2024, masih terdapat sisa limbah udang di sekitar Pantai Cemara, berupa lumut tebal dan tidak bisa terurai.

Melihat kondisi ini, pernyataan Daniel dapat dikualifikasikan sebagai fakta yang dijamin kebenarannya, sehingga kriminalisasi terhadap Daniel dapat dikatakan sebagai bentuk SLAPP. Sebuah tindakan untuk membungkam upaya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat.

”Oleh karenanya pengadilan semestinya dapat memperhatikan kembali dimensi SLAPP dan kebebasan berekspresi dalam kasus ini, serta melakukan koreksi terhadap kekeliruan penerapan hukum pidana,” kata Wahyudi.

Pada akhirnya, Majelis Hakim dalam perkara ini adalah aktor paling penting sebagai penjaga terakhir (the last guardian) bagi demokrasi dan kebebasan berekspresi, sekaligus asas-asas hukum pidana, yang dalam kasus ini dipertaruhkan konsistensinya dengan teori-teori pidana materiil maupun formil. Mengingat, asas fundamental yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP mengenai asas transitoir/lex favor reo secara berani dan sembrono telah diabaikan dalam penanganan perkara ini.

Padahal konsistensi antara praktik dan teori hukum pidana menjadi penting dalam perspektif disiplin keilmuan. Dengan seluruh argumentasi dan pertimbangan-pertimbangan yang telah diuraikan di atas, sebagai bagian dari langkah penting bagi upaya untuk memastikan penikmatan pelaksanaan kebebasan berekspresi, yang dijamin oleh konstitusi—UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait