Pencabutan Izin Usaha Tambang Harus Perhatikan Tanggungjawab Hukum Lain
Terbaru

Pencabutan Izin Usaha Tambang Harus Perhatikan Tanggungjawab Hukum Lain

Terutama bagi korporasi yang pernah dilakukan penegakan hukum.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan: Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan: Foto: RES

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pencabutan ribuan izin usaha sektor tambang pada Kamis (6/1). Tercatat sebanyak 2.078 izin usaha pertambangan mineral dan batubara yang dicabut karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja.

Selain itu, Jokowi juga menyampaikan terdapat dari perusahaan tambang tersebut tidak melakukan pengerjaan padahal izin telah diberikan sejak lama. Hal ini menyebabkan tertahannya dampak ekonomi dari hasil kegiatan pertambangan di wilayah tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo G. Sembiring, berpendapat pencabutan izin tetap harus memperhatikan tanggungjawab hukum lainnya yang harus dipenuhi oleh korporasi, terutama bagi korporasi yang pernah dilakukan penegakan hukum.

Mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdapat beberapa korporasi yang pernah dijatuhkan sanksi maupun digugat oleh Pemerintah, bahkan sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (Baca: Jokowi Cabut Ribuan Izin Usaha Tambang, Kehutanan, dan HGU Perkebunan)

“Korporasi-korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan yang izinnya dicabut, harus tetap dimintakan pertanggungjawaban hukumnya untuk membayar ganti rugi, pemulihan lingkungan dan tindakan lainnya. Agenda untuk meminta pertanggungjawaban hukum tersebut penting menjadi agenda tindak lanjut pasca pencabut izin,” tegas Raynaldo, Jumat (7/1).

Raynaldo menambahkan terhadap korporasi yang masuk daftar evaluasi, penting untuk terus dipantau dengan menambahkan indikator pelanggaran ketentuan lingkungan hidup dan HAM. “Tentunya ini untuk semua sector termasuk pertambangan dan perkebunan karena hal ini sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan,” tandasnya.

Sedangkan peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, mengatakan langkah pemerintah mencabut ribuan izin perusahaan tambang tersebut sudah tepat. Dia menilai perusahaan tambang yang tidak melakukan kegiatan usaha sesuai perizinan tersebut dinilai tidak mendukung program pemerintah atau menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan sektor pertambangan.

“Kami mengapresiasi langkah yang diambil oleh Bapak Presiden Jokowi. Ini kebijakan yang tepat untuk mengevaluasi kembali tata kelola pertambangan. Khususnya terkait dengan sektor perizinan pertambangan," kata Akmal.

Dia menjelaskan kebijakan mencabut ribuan izin usaha pertambangan ini dengan tujuan memperbaiki tata pengusahaan pertambangan dan menguatkan kembali sistem perizinan pertambangan maka harus didukung. "Pemerintah dalam melakukan pencabutan izin tersebut harus atas dasar evalusi, berdasarkan fakta dan data. Karena jika tidak, maka berpotensi terjadi risiko hukum," imbuh Akmaluddin.

Alasan pencabutan izin usaha pertambangan, kata dia, harus dimaknai sebagai tindakan tegas Jokowi untuk mengatur ulang kembali tata kelola pertambangan negeri ini agar terjadi keseimbangan. Kebijakan ini searah dengan amanah Pasal 33 UUD NRI 1945, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Pencabutan izin pertambangan tentu berdampak bagi kegiatan pengusahaan pertambangan. IUP yang dicabut ini merupakan IUP yang tidak aktif beroperasi. Adapun IUP yang aktif beroperasi dan telah sesuai dengan ketentuan, maka tidak perlu diganggu IUP-nya. Ke depan, IUP yang dicabut ini perlu diberikan kesempatan yang sama baiknya dengan IUP yang telah ada, dilakukan pembinaan agar tidak salah arah," ungkap Akmaluddin.

Melakukan aktivitas pertambangan sesuai dengan izin merupakan kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan pertambangan. Terdapat sanksi administratif termasuk pencabutan izin usaha jika perusahaan tidak memenuhi ketentuan tersebut.

Untuk mengetahui dasar hukum pencabutan izin usaha terhadap perusahaan tambang yang tidak melakukan aktivitas dapat mengacu pada Undang-Undang 4 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dalam UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.  

Selain itu, ketentuan sanksi termasuk pencabutan izin juga tercantum dalam Pasal 95 sampai Pasal 100 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam Pasal 95 Permen ESDM disebutkan bagi Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, IUJP, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi administratif.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/atau pencabutan izin.  Sanksi administratif ini diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Tags:

Berita Terkait