Pendaftaran Eksekusi Bukan Kelemahan Arbitrase
Berita

Pendaftaran Eksekusi Bukan Kelemahan Arbitrase

Putusan pengadilan pun bisa diharuskan untuk terlebih dahulu didaftarkan sebelum eksekusi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Seminar SIAC 2015. Jakarta (17/9). Foto: RES
Seminar SIAC 2015. Jakarta (17/9). Foto: RES
Putusan arbitrase internasional sering dianggap tak mudah untuk dieksekusi di Indonesia. Pasalnya, putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat kadang kala harus kembali diuji di Pengadilan Negeri. Hal ini biasanya terjadi jika ada pihak yang mengajukan keberatan atas kompetensi majelis arbiter ke pengadilan.

Ketua Komisi Arbitrase Indonesia International Chamber of Commerce (ICC), Frans Hendra Winarta, mengakui bahwa memang ada kekosongan hukum dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang membuka celah itu. Sebab, Frans menilai UU Arbitrase memang tak mengatur secara rinci mengenai kewenangan majelis arbitrase untuk menentukan yurisdiksinya sendiri.

“Kekosongan hukum mengenai hal itu mengakibatkan banyak pihak dapat mengajukan keberatan atas kompetensi dari majelis ke pengadilan,” katanya dalam Singapore International Arbitration Center Conference di Jakarta, Kamis (17/9).

Frans yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, melihat hal itu bisa menjadi penghambat proses pemeriksaan arbitrase. Padahal, ia mengatakan bahwa peraturan dari institusi arbitrase seperti ICC Rules, BANI Rules atau SIAC Rules, sudah memiliki ketentuan yang menyatakan majelis arbitrase adalah pihak yang berwenang untuk menentukan yurisdiksinya sendiri. Oleh karena itu, menurutnya,UU Arbitrase sudah selayaknya diamandemen.

Menurut UU Arbitrase, pilihan terhadap arbitrase sebagai upaya penyelesaian sengketa telah meniadakan hak para pihak untuk melimpahkan perkaranya ke pengadilan. Di sisi lain, pengadilan pun wajib menolak dan tidak campur tangan terhadap suatu sengketa yang di dalamnya telah memuat klausula arbitrase.

UU Arbitrase memang menyatakan dengan tegas bahwa pengadilan negeri tidak berwenang atas sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Hal itu secara eksplisit diatur dalam Pasal 3 UU Arbitrase. Selain itu, dalam Pasal 11 ayat (2) UU Arbitrase secara jelas menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak boleh campur tangan dalam penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase.

Namun, di dalam UU tersebut tak ditemukan ketentuan mengenai kewenangan majelis arbitrase dalam menentukan yurisdiksi. “Maka, UU Arbitrase sudah saatnya diamandemen,” tegasnya.

Panitera Singapore International Arbitration Center (SIAC), Ai Tan Lee, mengatakan pihaknya memiliki langkah antisipatif terkait pelaksanaan putusan, khususnya di Indonesia. Ia mengatakan ada beberapa hal yang dilakukan SIAC dalam rangka memperkecil peluang sulitnya putusan dieksekusi. Dengan demikian, ia berharap setiap putusan SIAC yang harus dieksekusi di Indonesia bisa terlaksana.

Adapun langkah antisipatif itu, kata Lee, pertama dengan menjalankan seluruh proses secara efisien. Kedua, memastikan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam putusan memang mudah dilaksanakan. Terakhir, ia mengatakan SIAC harus menjamin majelis melaksanakan semua prosedur yang ditentukan.

“Jika langkah itu terpenuhi, kami yakin putusan pun bisa dieksekusi,” katanya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengakui bahwa memang banyak yang menilai Indonesia sebagai negara yang kurang ramah dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Ia menuturkan, seharusnya anggapan ini bisa segera dikikis. Untuk itu, harus ada terobosan-terobosan yang membuat eksekusi mudah dijalankan.

Kendati demikian, Hikmahanto mengingatkan bahwa ketentuan pendaftaran ke pengadilan bukan kelemahan putusan arbitrase. Ia tak sependapat jika arbitrase dianggap lebih lemah dibandingkan dengan litigasi karena pelaksanaan eksekusi harus dibawa ke pengadilan terlebih dulu. Sebab, putusan pengadilan pun bisa saja didaftarkan sebelum dieksekusi.

“Putusan pengadilan pun juga harus dibawa ke pengadilan lagi untuk eksekusi, jika aset berada di luar wilayah hukum pengadilan yang memutus,” katanya.
Tags:

Berita Terkait