Penegakan Hukum Minim, Ada Peluang Merevisi UU Pengelolaan Sampah
Terbaru

Penegakan Hukum Minim, Ada Peluang Merevisi UU Pengelolaan Sampah

UU 18/2008 dinilai tak lagi relevan dengan kebutuhan kondisi saat ini. Persoalan sampah menjadi masalah besar bila tidak tertangani dengan baik karena sampah amat bersinggungan dengan aspek lingkungan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Badan Legislasi (Baleg) sedang memantau dan meninjau efektivitas penerapan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebab, persoalan pengelolaan sampah kerap menjadi silang pendapat antara satu daerah dengan daerah lain yang menjadi wilayah penyangga.  Salah satu persoalan lainnya soal sulitnya menjatuhkan hukuman bagi pelaku pelanggar aturan.

Anggota Baleg DPR Adang Daradjatun mengatakan berdasarkan hasil tinjauan dan pengamatannya, penegakan hukum terhadap pelanggar dalam UU 18/2008 amatlah sulit. Kendati terdapat Bab Ketentuan Pidana dalam UU 18/2008, toh pelaksanaannya tak semudah membalikan telapak tangan. Apalagi, dalam UU 18/2008 tidak menyebut secara gamblang siapa pihak yang diberikan kewenangan dalam pengelolaan sampah. Makanya menjadi sulit dalam menegakkan aturan secara hukum.

“Di UU ini juga menarik, ada pidananya tapi dalam ketentuan umumnya si Pengelola ini siapa, tidak dinyatakan secara tegas, jadi sulit untuk menegakkan hukumnya,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (16/6/2022).

Padahal, bila merujuk UU 18/2008 boleh dibilang cukup komprehensif mengatur penyidikan, sanksi administratif dan pidana, penyelesaian sengketa di dalam dan luar pengadilan. Bahkan mengatur gugatan class action. Tapi Adang heran soal sulitnya penegakan aturan dalam bentuk sanksi.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyoroti soal pentingnya peran teknologi dalam mendukung kesuksesan pengelolaan sampah era modern dewasa ini. “Ini mau penegakan hukum atau mau langsung lompat gitu, lompat terhadap yang sering Bapak lihat di luar negeri, lebih kepada hal-hal yang berhubungan dengan teknologi,” kata dia.

Bagi Adang, penerapan teknologi harus berkelindan dengan kesamaan cara pandangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPR dalam penerapan UU Pengelolaan Sampah. Menurutnya, bila pemerintah bakal menggandeng pihak swasta, cara pandang dan pengawasan serta panduan dari pemerintah pusat menjadi hal utama.

“Bagaimanapun juga penegakan peraturan persampahan kalau memang ini mau dilanjutkan undang-undang baru itu menjadi utama,” ujar mantan Wakapolri itu.

Anggota Baleg Firman Subagyo mendorong agar UU 18/2008 dapat segera direvisi. Dia beralasan UU 18/2008 tak lagi relevan dengan kebutuhan kondisi saat ini. Persoalan sampah menjadi masalah besar bila tidak tertangani dengan tepat. Sebab, sampah amat bersinggungan dengan aspek lingkungan.

Menurutnya, produksi sampah per harinya terdiri dari rumah masyarakat, ruang publik, dan tempat wisata, serta sektor industri. Karena itu, menjadi tak adil bila negara yang menanggung sepenuhnya pengelolaan sampah di Indonesia. Tak hanya itu, praktik pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah tak menjadi jalan keluar dalam tata kelola sampah.

Politisi Partai Golkar itu berpendapat perlunya perampingan perizinan dan sertifikasi serta memperjelas peran partisipasi publik dalam tata kelola sampah Indonesia dalam revisi UU 18/2008. Tanpa kedua instrumen itu, pemerintah pusat dan daerah sulit mengatasi persoalan tata kelola sampah.

Anggota Komisi IV DPR itu berharap dengan dibukanya pintu revisi UU 18/2008, tak hanya pengaturan insentif, tapi juga bagi tiap elemen masyarakat dan industri dapat terdorong terjun bersama pemerintah dalam mengelola sampah dengan regulasi yang sederhana. Dengan tetap tegas dalam penerapannya terhadap pelanggar.

“Rasanya tidak fair, kalau dalam regulasi ini segala sesuatunya itu dikembalikan kepada negara,” katanya.

Tags:

Berita Terkait