Penetapan Kenaikan NJOP Tanpa Batas
Kolom

Penetapan Kenaikan NJOP Tanpa Batas

Penetapan kenaikan NJOP tanpa batas di masa pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan keresahan dan keluhan di tengah-tengah masyarakat.

Penetapan kenaikan NJOP tanpa batas di masa pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan keresahan dan keluhan di tengah-tengah masyarakat. Reaksi bermunculan, mulai dari unjuk rasa, membuat laporan kepada pemerintah pusat, mengajukan keberatan ke pemerintah kota/kabupaten, sampai berujung kepada pengaduan masyarakat (dumas) ke aparat penegak hukum (kepolisian). Hal ini terjadi karena penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini mengakibatkan kenaikan luar biasa atas PBB-P2 dan BPHTB yang harus dibayar oleh masyarakat.

Penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini juga telah mengganggu aktivitas dan perekonomian masyarakat (developer, perbankan dan lain-lain) dalam perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi pemindahan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, dan lain-lain demikian pula halnya dengan pemberian hak baru (pengurusan atau penerbitan sertipikat tanah) karena kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak, karena masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban perpajakan yang harus dilunasi terkait kegiatan-kegiatan tersebut di atas. 

Ketidakmampuan masyarakat untuk melunasi kewajiban perpajakannya akibat penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini juga mempengaruhi pemasukan ke kas negara melalui Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan (PPHTB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya dan pemasukan ke kas daerah melalui BPHTB sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Disadari atau tidak penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini juga telah membuka lahan korupsi baru bagi oknum aparatur sipil negara (ASN) yaitu pejabat dan atau pegawai instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi di daerah kota/kabupaten. Hal ini dikarenakan, penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini telah dijadikan posisi tawar untuk bernegosiasi dalam menghadapi masyarakat yang mengajukan permohonan keberatan atas penetapan kenaikan NJOP tanpa batas.

Di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bagi masyarakat yang keberatan atas penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan keberatan dan terhadap permohonan ini oleh oknum ASN tertentu dibebani “success fee” yang jumlahnya bervariasi tergantung besar kecilnya jumlah NJOP yang diajukan keberatannya.

Diduga salah satu faktor penyebab penetapan kenaikan NJOP tanpa batas ini adalah karena insentif pemungutan pajak dan retribusi yaitu tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Insentif pemungutan pajak dan retribusi tersebut diberikan kepada:

  1. Pejabat dan pegawai instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.
  2. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan daerah.
  3. Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
  4. Pemungut pajak bumi dan bangunan pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan, kepala desa/lurah atau sebutan lain dan camat, dan tenaga lainnya yang ditugaskan oleh instansi pelaksana pemungut pajak, dan
  5. Pihak lain yang membantu instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi.
Tags:

Berita Terkait