Pengacara: Hanung Abaikan Hak Moral Rachmawati
Film Soekarno

Pengacara: Hanung Abaikan Hak Moral Rachmawati

Rachmawati mengajukan kontra memori kasasi.

HRS
Bacaan 2 Menit
Salah satu adegan dalam Film Soekarno. Foto: www.filmsukarno.com
Salah satu adegan dalam Film Soekarno. Foto: www.filmsukarno.com
Film “Soekarno: Indonesia Merdeka!” memang sudah ‘habis’ masa tayangnya di bioskop-bioskop tanah air. Namun, bukan berarti sengketa Film Soekarno antara Sutradara Hanung Bramantyo dkk versus anak Ir Soekarnoa, Rachmawati Soekarnoputri juga berakhir. Perseteruan dua belah pihak bahkan terus berlanjut hingga ke Mahkamah Agung (MA).

Rachmawati langsung membalas dengan kontra memori kasasi setelah mendapat relas pemberitahuan permohonan kasasi Hanung dkk terkait film Soekarno. Kontra memori kasasi itu diajukan pada 23 April 2014 lalu.

“Rabu minggu lalu kita sudah kirim Kontra Memori Kasasinya,” tutur Kuasa Hukum Rachmawati, Turman M Panggabean ketika ditemui hukumonline di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/4).

Dalam kontra memorinya, Rachmawati mempertanyakan moral Hanung Bramantyo dkk. Pasalnya, Hanung tidak mencantumkan nama Rachmawati sebagai pencipta di film tersebut. Sebaliknya, Hanung telah memanfaatkan film Soekarno dengan mengomersialisasikan nama Soekarno dan cenderung melecehkannya.

“Jika hak moral Rachmawati saja tidak diberikan, apakah para pemohon kasasi masih bermoral?” tegas Turman dalam berkas kontra memori kasasi yang diterima hukumonline, Senin (28/4).

Turman juga menilai film Soekarno garapan sutradara Hanung Bramantyo hanya sekelas sinetron murahan. Tujuannya, tak lain untuk mendulang rupiah semata. Sebab, Turman menilai film itu tidak sesuai dengan pribadi Soekarno. Menurutnya, adalah kebohongan besar jika Hanung sesumbar mengklaim film Soekarno tersebut merupakan karya berkualitas yang menggambarkan perjalanan hidup sang Prokalamator ini sejak kecil hingga memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Justru, Turman menilai film tersebut melecehkan pribadi Bung Karno, seperti sangat berhasrat terhadap para wanita. Bahkan, di naskah asli untuk dialog Soekarno tertulis kata-kata “Bagaimana kalau saya mendatangkan pelacur di sini?”. Hal ini semakin menegaskan bahwa film Soekarno yang digarap Hanung bukanlah suatu karya yang patut dibanggakan.

Terkait dengan memori kasasi Hanung yang mengatakan judex factie (Pengadilan Niaga pada PN Jakpus) telah salah dalam menerapkan hukum, Turman menolak dalil-dalil tersebut. Menurutnya, apa yang menjadi pertimbangan hukum majelis hakim di pengadilan niaga pada pengadilan negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu telah tepat. Tidak ada satu aturan hukum yang dilanggar judex factie.

Meskipun dalam amar putusannya majelis tidak dengan tegas menyebutkan ada pelanggaran yang dilakukan Hanung dkk, berdasarkan fakta hukum, kata Turman,  ada pelanggaran yang dilakukan Hanung dkk atas naskah film Soekarno, yaitu melanggar hak ekonomi dan hak moral dari Rachmawati.

Padahal, Rachmawati adalah pencipta dari film Soekarno tersebut sedangkan Ben Sihombing hanyalah sebagai penulis naskah karena film tersebut digagas dari Rachmawati yang terinspirasi dari pagelaran “Maha Guru” karya Rachmawati. Untuk itu, judex factie telah memenuhi Pasal 24 Jo. Pasal 56 ayat (1) Jo. Penjelasan Bagian Umum Paragraf 5, UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

“Ben Sihombing adalah penulis skenario yang digaji dan bekerjasama dengan Hanung, bukan sebagai penulis naskah,” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Hanung dkk, Rivai Kusumanegara masih belum bisa berkomentar banyak. Ia mengaku baru mendapat salinan kontra memori kasasi dan belum mempelajari kontra memori tersebut.

“Saya baru tahu dan dapat hari ini salinannya. Jadi, saya pelajari dulu berkasnya,” ucapnya ketika ditemui hukumonline di pengadilan, Selasa (29/4).

Sebagai informasi, pada 3 April 2014, Hanung Bramantyo, PT Tripar Multivision Plus, dan Ram Punjabi mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat atas perkara Hak Cipta Film Soekarno. Kasasi dilayangkan lantaran Hanung melihat ada kesalahan penerapan hukum yang dilakukan judex factie saat memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Alasan kasasi lainnya adalah judex factie telah salah menerapkan hukum terkait penetapan sementara serta kurang  cukup pertimbangan; salah  menerapkan hukum pembuktian; judex factie telah salah dalam menerapkan hukum dengan menghukum para pemohon kasasi tanpa adanya pelanggaran, dan judex factie telah salah menerapkan hukum dengan adanya kontradiksi antara pertimbangan dengan amar putusan.
Tags:

Berita Terkait