Ellyana Tanzah, salah satu hakim adhoc Pengadilan Niaga, mengemukakan dalam UU Paten dan UU Merek yang baru, dinyatakan secara tegas bahwa perkara paten dan merek harus diajukan ke Pengadilan Niaga yang saat ini sudah berdiri.
Saat ini, sudah ada lima Pengadilan Niaga yang menempel pada Pengadilan Negeri (PN), yaitu PN Jakarta Pusat, PN Surabaya, PN Semarang, PN Medan, dan PN Makassar.
Memang mulai 1 Agustus 2001 Indonesia mempunyai UU yang baru dalam bidang paten dan merk, yakni UU No.14 Tahun 2001 dan UU No.15 Tahun 2001 yang menggantikan UU No.13 Tahun 1997 dan UU No.14 Tahun 1997. Materinya, memberikan angin segar bagi penegakan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) di Indonesia.
Jika dibandingkan dengan kedua UU baru dengan UU yang lama, ternyata terdapat beberapa perkembangan dalam perlindungan bagi pemegang hak atas paten dan hak atas merek. Pertama, dipindahkannya kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara paten dan merek dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga.
Kedua, dimungkinkannya bagi Pengadilan Niaga dalam menangani perkara paten dan merek untuk menjatuhkan penetapan sementara dalam arti dijatuhkan secara ex partij (tidak ada pihaknya) atau belum ada perkaranya.
Konsep seperti ini sebelumnya, kata Ellyana, tidak ada di Indonesia. "Yang ada hanyalah putusan provisi dan putusan penetapan penyitaan yang baru bisa dijatuhkan setelah perkaranya didaftarkan di pengadilan. Bahkan pada umumnya, setelah sidang dimulai," jelas satu dari empat hakim adhoc Pengadilan Niaga ini.
Diajukan ke Pengadilan Niaga
Ellyana berpendapat bahwa saat ini perkara paten dan merek sudah dapat diajukan ke Pengadilan Niaga. Menurutnya, Pengadilan Niaga haruslah menerima pendaftaran perkara ini.