Pengaturan Besaran Alokasi Kursi dan Dapil dalam Putusan MK
Terbaru

Pengaturan Besaran Alokasi Kursi dan Dapil dalam Putusan MK

KPU perlu untuk menjaga kemandiriannya sehingga semangat pembentukan dapil dapat berkualitas, memenuhi prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan dan memenuhi asas pemilu yang bebas dan adil.

Oleh:
Hamalatul Qurani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi. Foto: HGW
Ilustrasi. Foto: HGW

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materiil yang diajukan Perludem terkait pengaturan alokasi kursi dan daerah pemilihan (dapil) dalam Putusan No. 80/PUU-XX/2022 pada Selasa lalu, (20/12). Di situ Perludem yang diwakili oleh Khoirunnisa Nur Agustyani (Ketua Pengurus Yayasan Perludem) menguji konstitusionalitas Pasal 187 ayat 1 & 5, dan Pasal 189 ayat 1 & 5, Pasal 192 ayat (1) serta Lamipiran III dan Lampiran IV UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), dengan batu uji Pasal 1 ayat 2 & 3, Pasal 22E ayat (1) dan ayat (5) serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Menurut Pemohon, daerah pemilihan merupakan salah satu variabel terpenting dalam sistem pemilihan umum yang berfungsi sebagai cakupan/batasan luasan wilayah administratif sebagai arena kompetisi sekaligus jumlah alokasi kursi yang diperebutkan oleh partai politik dan sebagai arena representasi politik antara partai politik/kandidat dengan pemilih.

Pemberlakuan pasal-pasal yang diuji itu dipandang bertentangan dengan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 lantaran tak mencerminkan prinsip kedaulatan rakyat mengingat adanya pembagian dapil yang tidak proporsional. Prinsip penyusunan dapil sebagaimana tercermin dalam lampiran III dan lampiran IV UU Pemilu juga dinilai bersumbangsih menghasilkan alokasi kursi yang disproporsional, ketidakberhubungan wilayah, serta alokasi kursi yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk. Alhasil, inkonsistensi dan ketidakpastian hukum tercipta.

Baca juga:

Contoh nyatanya, dilansir siaran pers Perludem, dari 575 kursi DPR, hanya 17 provinsi yang memiliki keberimbangan antara jumlah penduduk dengan alokasi kursi DPR ke Provinsi. Sedangkan provinsi lainnya mengalami kekurangan kursi (under represented) dan terdapat provinsi yang memperoleh kursi berlebih (over represented).

Selain itu, pemohon menemukan inkonsistensi Pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 (5) UU Pemilu yang mengatur penyusunan dapil dan alokasi kursi anggota DPR dan DPRD Provinsi menjadi Lampiran III dan IV. Sementara pengaturan di dalam Pasal 192 ayat (4) UU Pemilu menyebutkan penyusunan dapil dan alokasi kursi anggota DPRD kab/kota diatur melalui peraturan KPU.

Dari situ bisa dilihat bahwa ada inkonsistensi dan ketidakpastian hukum yang nyata dalam norma UU Pemilu. Soalnya, tidak ada dasar yang jelas membedakan pengaturan peyusunan daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk pemilihan umum DPR dan DPRD provinsi, dengan pemilihan umum DPRD kab/kota, sehingga membuat dapil dan alokasi kursi DPR dan DPRD provinsi menjadi tidak proporsional dan adil.

Tags:

Berita Terkait