Pengaturan Pidana dalam Tiap RUU Penting Memperhatikan KUHP Baru
Utama

Pengaturan Pidana dalam Tiap RUU Penting Memperhatikan KUHP Baru

Peran perancang peraturan perundangan sangat penting agar memahami politik hukum yang menentukan suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana, yang ditiindaklanjuti dengan perumusan tindak pidana dalam sebuah norma yang dapat diterapkan, agar tidak terjadi multitafsir.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani.  Foto: RES
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani. Foto: RES

Keberlakuan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara efektif 3 tahun ke depan sejak terbit pada 2 Januari 2023 lalu. Beleid itu memuat berbagai aturan pidana baru yang selama ini belum pernah diatur. Malahan secara tidak langsung bakal bersinggungan dengan beberapa UU yang mengatur sanksi pidana.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, menyampaikan saat ini masa transisi KUHP dan DPR melakukan berbagai upaya untuk memuluskan pelaksanaan KUHP baru. Langkah yang telah dilakukan pemerintah dan DPR untuk menyambut berlakunya KUHP baru adalah melakukan sosialisasi luas kepada masyarakat. Termasuk menyiapkan aparat penegak hukum agar mengimplementasikan kebijakan pidana baru sebagaimana diatur dalam KUHP dengan lancar.

“Saat ini kita memasuki masa transisi selama 3 (tiga) tahun sebelum akhirnya nanti akan mulai diberlakukan secara nasional,” kata Arsul dalam kegiatan seminar bertema 'Kebijakan Perumusan Tindak Pidana dan Sanksi Pidana dalam Peraturan Perundang-Indangan Pasca Pengundangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,’ Rabu (17/5/2023) kemarin.

Baca juga:

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menyebut, pentingnya peran dari perancang perundang-undangan untuk memperhatikan ketentuan dalam KUHP baru. Apalagi saat ini terdapat sejumlah RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2023.

“Peran para perancang peraturan perundang-undangan sangat penting untuk terlebih dahulu memahami politik hukum yang menentukan suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana, setelah itu diikuti dengan perumusan tindak pidana dalam sebuah norma yang dapat diterapkan, agar tidak terjadi multitafsir,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berharap, proses perumusan dan perancangan RUU selalu memperhatikan ketentuan yang tercantum dalam KUHP baru. Dengan demikian ke depannya pembentuk UU dalam merumuskan dan membahas ketentuan tindak pidana maupun sanksi pidana pada sebuah RUU mesti memperhatikan ketentuan dalam UU 1/2023 alias KUHP baru.

Tags:

Berita Terkait