Penggeledahan dan Penyitaan Sebelum Penetapan Tersangka
Kolom

Penggeledahan dan Penyitaan Sebelum Penetapan Tersangka

Karena sudah merupakan objek praperadilan menyebabkan aparat penegak hukum sering berbeda pendapat dan dilema.

Bacaan 5 Menit

Bahwa penyidik berwenang untuk melakukan penggeledahan, namun juga penggeledahan tersebut tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh penyelidik atas perintah penyidik. Mengenai tata cara penggeledahan, penggeledahan itu dilakukan atas izin Ketua Pengadilan Negeri Setempat, namun dalam hal mendesak juga tidak menutup kemungkinan dilakukan tanpa izin ketua Pengadilan Negeri Setempat, melainkan setelah melakukan penggeledahan segera melaporkan kepada Pengadilan Negeri Setempat guna memperoleh persetujuannya.

Bagaimana dengan Penyitaan?

Sama halnya dengan penggeledahan, penyitaan juga merupakan wewenang daripada penyidik sebagai rangkaian pengumpulan alat bukti dan membuat terang suatu tindak pidana, dan harus dilakukan dengan izin ketua pengadilan setempat terlebih dahulu serta juga dapat dilakukan tanpa izin terlebih dahulu dalam hal keadaan mendesak harus segera dilakukan penyitaan, tetapi harus segera melaporkan setelah melakukan penyitaan guna mendapatkan persetujuan.

Kapan dilakukan Penggeledahan dan Penyitaan?

Sebagaimana telah diuraikan bahwa KUHAP tidak mengatur secara limitatif kapan dapat dilakukannya penggeledahan dan penyitaan, sehingga muncul keragu-raguan bagi aparat penegak hukum khususnya penyidik perkara tindak pidana korupsi dalam melakukan tindakan upaya paksa yang dimaksud. Apalagi penggeledahan dan Penyitaan sudah termasuk sebagai objek praperadilan, sehingga lebih membuat penyidik dilema melakukannya.

Sebenarnya walaupun tidak diatur kapan boleh dilakukan penggeledahan dan penyitaan secara tersurat dalam KUHAP, untuk menjawabnya sebenarnya kita bisa kembali kepada tujuan dilakukan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan yaitu semata-mata untuk dalam rangka membuat terang suatu tindak pidana serta serangkaian pengumpulan mencari bukti permulaan yang cukup. Sehingga, dengan bukti permulaan yang cukup tersebut penyidik dapat menentukan sikap siapa tersangka yang tepat mempertanggungkan perbuatan yang disangkakan.

Kalau misalnya dikatakan bahwa penggeledahan dan penyitaan harus dengan adanya tersangka terlebih dahulu dengan alasan hak asasi manusia terutama bagi mereka menjadi objek penggeledahan dan penyitaan, hemat Penulis ini adalah alasan kurang tepat dan bisa menghambat proses penyidikan yang sedang berlangsung. Justru dengan dilakukan penggeledahan dan penyitaan terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka yang akan menjamin terpenuhi hak asasi manusia, karena dengan penggeledahan dan penyitaanlah penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup terutama bukti surat, dan benda-benda lain yang hubungannya dengan tindak pidana yang sedang dilakukan penyidikan, sehingga penyidik berkesimpulan dapat tidaknya seseorang pelaku tindak pidana ditetapkan sebagai tersangka.

Sebagai ilustrasi jika penyitaan penggeledahan dilakukan setelah penetapan tersangka, ketika seorang tersangka baru ditetapkan, tersangka langsung mengajukan praperadilan sedangkan penyidik masih mempersiapkan penggeledahan dan penyitaan dalam rangka mengumpulkan alat bukti sehingga dengan keadaan tersebut telah menyebabkan tidak terpenuhinya tujuan penyidikan.

Kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga yang berwenang melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi telah menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-021/A/JA/09/2015 tanggal 2 September 2015 tentang sikap Jaksa menghadapi praperadilan tindak pidana korupsi untuk dipedomani oleh setiap Jaksa penyidik sebagai berikut :

Tags:

Berita Terkait