Penguatan Kelembagaan Bawaslu dalam RUU Pemilu
Kolom

Penguatan Kelembagaan Bawaslu dalam RUU Pemilu

​​​​​​​Ada empat penguatan lembaga pengawas pemilu yang diusulkan, sehingga pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat dapat terwujud secara baik dan/atau optimal.

Bacaan 5 Menit

Atas dasar itu Penulis menilai, perlu dilakukan pengawasan terhadap Kedaulatan rakyat atas penguatan pada lembaga pengawasan Pemilu yaitu dengan penambahan frase pada UUD NRI Tahun 1945 di mana secara konkrit ada frase “Lembaga Pengawas Pemilu dilakukan oleh yang Namanya Badan Pengawas Pemilihan Umum yang diberikan kewenangan untuk mengawasi dengan melakukan pengawasan baik secara Pencegahan dan Penindakan atas jalannya setiap proses tahapan Pemilihan Umum yang secara teknis dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum”.

Dengan adanya frase ini, ini dapat memberikan daya paksa kepada Bawaslu sehingga Bawaslu dapat melakukan tindakan kepada stakeholders yang tidak menjalankan setiap putusan yang dikeluarkan oleh Lembaga pengawasan Pemilu tersebut.

Pemisahan yang tegas antara penyelenggara Pemilu dengan pengawas Pemilu bukanlah sesuatu yang baru dipraktikan. Beberapa negara sudah mempraktikan seperti Ekuador. Sebagaimana Indonesia, Ekuador juga memiliki sejarah yang panjang dalam pelaksanaan Pemilu. Pada tahun 2008, terjadi perubahan konstitusi di mana terdapat penegasan lembaga yang berwenang dalam melaksanakan Pemilu (Consejo Nacional Electoral/CNE) dan peradilan Pemilu (Tribunal Contencioso Electoral/TCE). CNE bertanggung jawab atas organisasi, pelaksanaan, dan kontrol dari proses pemilihan dalam pelaksanaan demokrasi langsung, sedangkan TCE terkait mengatur keadilan dalam masalah pemilihan dan putusan yang dikeluarkan oleh TCE bersifat final dan mengikat yang harus dan/atau wajib dijalankan oleh CNE.

Dengan melihat atas apa yang telah disampaikan maka Penulis menilai ke depan perlu adanya penambahan frasa di UUD NRI Tahun 1945, yakni perubahan pada Pasal 22E di mana pengawas Pemilu terpisah dengan penyelenggara Pemilu. Namun jika perubahan UUD NRI Tahun 1945 belum dapat dilakukan di mana Penulis menyadari adanya sebuah proses dan/atau mekanisme dalam perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang tidak mudah (Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945), maka perlu ada sejumlah usulan dalam RUU Pemilu yang sedang dilakukan pembahasannya di DPR RI.

Penulis mengusulkan agar nantinya dalam RUU Pemilu: 1) Memberikan kewenangan Bawaslu lebih kuat dan/atau tetap diformalkan; 2) Memisahkan dengan jelas dan/atau tegas bentuk kelembagaan serta kedudukan kewenangan antara Pengawas Pemilu dan Penyelenggara Pemilu; 3) Adanya frasa norma yang memberikan sebuah kekuatan Upaya Daya Paksa, di mana Daya paksa tersebut dapat menghindari rekomendasi dan/atau putusan yang tidak dijalankan oleh penyelenggara Pemilu; 4) Perlu adanya political good will dari pembentuk UU di mana hanya ada satu pintu dalam penegakan hukum pemilu.

Atas hal tersebut maka Penulis menilai penyelenggaraan pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat dapat terwujud secara baik dan/atau optimal sehingga nantinya diharapkan meminimalkan “Akrobatik Hukum” yang dilakukan oleh pihak yang tidak menginginkan hasil pemilu yang lebih baik.

Pengaturan, pelaksanaan dan penegakan Hukum dalam Pemilu harus dapat merepresentasikan asas-asas di mana Pemilu merupakan sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dapat berlangsung. Menurut Penulis, Pemilu bukan hanya semata-mata pada sebuah Prosedural namun ada substansi serta regulasi dari Pemilu itu sendiri, serta Penguatan Kelembagaan Sistem Pemilu menjadi suatu hal yang terpenting. Di akhir tulisan ini Penulis ingin mencoba menyampaikan bahwa “Tidak Ada Sistem Pemilu Yang Sempurna Tetapi Bagaimana Kita Menjadikan Pemilu Sebagai Media Membangun Bangsa”.

*)Dr. Radian Syam, S.H., M.H., Dosen HTN Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait