Pentingnya Prinsip Fair Trial dalam Vonis Mati
Berita

Pentingnya Prinsip Fair Trial dalam Vonis Mati

Perlu aturan mekanisme pengawasan guna memastikan prinsip fair trial ini berjalan di semua tingkat pemeriksaan dalam RKUHAP.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Sejumlah narasumber dalam seminar yang diselenggarakan ICJR bertajuk 'Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia'. Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam seminar yang diselenggarakan ICJR bertajuk 'Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia'. Foto: RES

Hingga kini, penerapan hukuman mati dalam sistem hukum di Indonesia masih terus menuai pro kontra di masyarakat. Ironisnya, penjatuhan hukuman pidana mati terhadap terdakwa dalam kasus pidana apapun kerap tidak memenuhi prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil. Akibatnya hukuman mati yang tidak memenuhi prinsip itu tak dapat di-review. Karena itu, diusulkan perlu mekanisme pengawasan sejak awal proses di kepolisian.

 

Pandangan ini disampaikan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bidang pengkajian penelitian, Muhammad Choirul Anam dalam sebuah seminar peluncuran penelitian Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) bertajuk “Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia” di Jakarta, Rabu (16/1/2019).

 

“Ini butuh aturan mekanisme khusus untuk memastikan (prinsip) fair trial itu bekerja,” ujarnya.

 

Dia mencontohkan dalam proses penegakan hukum kasus narkotika dan terorisme. Tak sedikit kedua jenis kasus tersebut pelakunya diganjar hukuman mati. Keduanya, paling banyak tersangka/terdakwanya dijerat hukuman mati dibanding tindak pidana lain. “Penjatuhan hukuman (mati) terhadap seseorang terdakwa mesti dipastikan proses penegakan hukumnya memenuhi prinsip fair trial (di semua tingkat pemeriksaan),” ujarnya mengingatkan.

 

Menurutnya, penerapan prinsip fair trial untuk menjaga peradilan tetap independen (jujur dan mandiri) dari “sentuhan” mafia peradilan. Choirul Anam mengajak semua pihak untuk bersepakat membuat aturan mekanisme pengawasan di tingkat penyidikan, penuntutan hingga di pengadilan.  

 

“Berbagai permasalahan itu mestinya dibuat mekanisme pengawasan sejak seseorang ditangkap di kepolisian agar tidak lagi terjadi kesalahan menjatuhkan hukuman mati. Tapi idealnya hukuman mati itu tidak perlu ada,” usul aktivis HAM itu.

 

Pakar Hukum Pidana Prof Andi Hamzah mengatakan penerapan hukuman mati mesti dilakukan cermat dan hati-hati oleh hakim. Dia mencontohkan kasus penyalahgunaan heroin kelas satu di Belanda hanya diganjar hukuman maksimal 12 tahun. Alasannya menggunakan narkotika seperti membunuh diri sendiri. “Yang terberat di Belanda, kasus teroris hukuman ancaman hukuman 30 tahun,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

 

Meski Indonesia masih menerapkan hukuman mati, kata dia, pengaturannya dalam RKUHP tidak lagi menjadi pidana pokok (pidana alternatif). “Dalam rangka pengawasan dirancanglah pengaturan hakim pemeriksa pendahuluan (hakim komisaris, red) agar tindakan penangkapan dan masa penahanan dapat dikontrol melalui hakim pemeriksa pendahuluan dengan membawa fisik tersangka,” katanya.

 

Di tempat yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPN) Peradi Luhut MP Pangaribuan berpandangan eksekusi hukuman mati sejak orde baru relatif karena politisasi. Menurutnya, hukuman mati semestinya tidak diperlukan dalam sistem hukum positif. Tapi saat ini, hukuman mati dalam RKUHP menjadi pidana alternatif dan hukuman ini masih dapat dijatuhkan oleh pengadilan.

 

Luhut berpandangan penjatuhan hukuman apapun prinsip fair trial menjadi kewajiban penegak hukum yang menangani perkara. Sepanjang belum menerapkan prinsip fair trial, tegas Luhut, tak boleh menjatuhkan hukuman mati. “Di Indonesia ada peradilan sesat, kalau fair trial tidak dilaksanakan. Pasti hasilnya sesat,” sebutnya.

 

Dia menambahkan kurang maksimalnya penerapan prinsip fair trial juga terjadi saat advokat tidak maksimal melakukan pembelaan terhadap tersangka atau terdakwa yang menghadapi ancaman hukuman mati. Semestinya terhadap tersangka/terdakwa yang terancam pasal hukuman mati ditangani oleh lawyer yang memiliki jam terbang tinggi. “Kasus hukuman mati ini biasanya probono dan advokat masih muda yang menanganinya.”

 

Bahan menyusun RKUHAP

Luhut melanjutkan penelitian terkait dengan penerapan fair trial dalam kasus hukuman mati di Indonesia menjadi bahan masukan dalam merumuskan naskah akademik Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Termasuk pula RKUHP yang masih berstatus pembahasan antara DPR dan pemerintah.

 

Senada, Direktur Informasi HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Salahudin mengatakan penyusunan RKUHAP diperlukan banyak penelitian. Begitu pula hasil penelitian tentang penerapan fair trial ini menjadi masukan berharga dalam penyusunan naskah akademik RKUHAP. 

 

“Penerapan hukuman mati memang masih dibuka peluangnya melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 003/PUU-IV/2006, khususnya bagi tindak pidana kejahatan narkotika dan terorisme, serta korupsi. Pengaturan hukuman mati dalam RKUHP juga harus cermat karena penolakan terhadap hukuman mati masih terus terjadi.”

 

Dia melanjutkan hukuman mati dapat diubah menjadi seumur hidup sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku. Salahudin menilai RKUHP yang sedang dirancang menjadi aturan hukum pidana dalam KUHP yang baru lebih humanis. “Karena memperhatikan aspek hak asasi manusia (HAM).” 

Tags:

Berita Terkait