Penundaan Pemilu Dinilai Merusak Demokrasi Negara Hukum
Terbaru

Penundaan Pemilu Dinilai Merusak Demokrasi Negara Hukum

Rencana penundaan pemilu sejatinya telah melanggar konstitusi sebagaimana pembatasan dalam Pasal 7 Jo 22 E ayat (1) UUD 1945 yang memuat prinsip konstitusionalisme yang harus ditaati.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Di tengah indeks kualitas demokrasi Indonesia yang menurun, persoalan baru muncul berupa usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Ide usang yang disodorkan sejumlah elit politik dengan beragam alibi tak sekadar menabrak konstitusi, tapi merusak tata kehidupan dalam berdemokrasi. Karenanya, usulan tersebut perlu dilawan dengan argumentasi yang rasional.

Demikian disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur kepada Hukumonline, Rabu (2/3/2022). “Kami menilai bahwa rencana ini tak hanya akan melanggar konstitusi melainkan juga berbahaya pada kehidupan demokrasi dan iklim negara hukum di Indonesia,” ujarnya.

Bagi Isnur, di tengah krisis kesehatan dan perekonomian yang terus memburuk, pemerintah semestinya fokus pada agenda keselamatan rakyat. Yakni dengan cara menunda rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang bakal menelan banyak anggaran. Kemudian menghentikan pelaksanaan proyek strategis nasional yang terbukti mengorbankan kehidupan rakyat, merampas tanah rakyat dan mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan hidup.

Namun sayang, demokrasi dan konstitusi malah ‘diakali’ oleh sejumlah elit dengan menjalankan skenario politik yang dibangunnya. Setidaknya terdapat sejumlah catatan YLBHI terkait usulan penundaan pemilu yang digaungkan sejumlah elit partai politik. Pertama, rencana penundaan pemilu telah melanggar konstitusi sebagaimana pembatasan dalam Pasal 7 Jo 22 E ayat (1) UUD 1945 yang memuat prinsip konstitusionalisme yang harus ditaati.

Baca:

Seperti penghormatan terhadap hak sipil dan politik warga negara dalam hal memilih dan dipilih dalam agenda pemilihan umum. Kemudian, pembatasan terhadap kekuasaan politik mulai tenggang waktu masa jabatan maupun tata pemerintahan. Jika tidak dibatasi bakal menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan alias abuse of power.

Kedua, prinsip konstitusi sudah semestinya harus ditaati. Sebaliknya bila tidak ditaati, malah memperkuat anggapan rezim pemerintahan Joko Widodo yang dinilai tidak taat dengan negara hukum. Bahkan malah semakin menunjukkan wajah otoriter yang menghina kedaulatan rakyat.

Tags:

Berita Terkait