Penyatuan Atap Kekuasaan Kehakiman Tuntas Sebagian
Berita

Penyatuan Atap Kekuasaan Kehakiman Tuntas Sebagian

Setelah menunggu lima tahun, sistem peradilan satu atap akhirnya terealisasi. Ditandai dengan pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dari direktorat dalam lingkungan peradilan umum, tata usaha negara, dan agama dari pemerintah ke Mahkamah Agung.

Tri
Bacaan 2 Menit
Penyatuan Atap Kekuasaan Kehakiman Tuntas Sebagian
Hukumonline

Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial Direktorat dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama ke MA berlangsung di gedung MA (31/03). Pengalihan tersebut ditandai dengan penandatanganan berita acara pengalihan yang dilakukan Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra dan Ketua MA Bagir Manan.

Dengan telah diserahterimakannya seluruh masalah administrasi lembaga peradilan ke Mahkamah Agung (MA), Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra berharap tidak ada lagi intervensi kepada lembaga yudikatif dari kekuasaan manapun, termasuk pemerintah. "Jadi kalau nanti masyarakat ada yang tidak puas terhadap putusan pengadilan maka jangan lagi demo Depkeh HAM, tetapi berdemo ke MA," ucap Yusril dalam sambutannya.

Konsekuensi dari pengalihan tersebut Yusril mengatakan bahwa seluruh aset kekayaan yang sebelumnya dikelola Depkeh  HAM akan diserahkan kepada MA, termasuk jajaran yang ada di dalamnya. Namun terhadap aset tanah dan bangunan gedung pusat Direktorat Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara tetap menjadi milik Depkeh HAM.

Ketua MA Bagir Manan sendiri dalam sambutannya menegaskan, dengan beralihnya kembali seluruh masalah administrasi ke MA, berarti ajaran pemisahan kekuasaan benar-benar menjadi kenyataan. "Lima tahun sudah penantian kami, dan akhirnya itu tidak menjadi angan-angan saja," tutur Bagir.

Proses pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lembaga peradilan yang sebelumnya di bawah kontrol pemerintah, diawali dengan lahirnya Ketetapan MPR No. X tahun 1998 yang menetapkan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari kekuasaan eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya UU No. 35 Tahun 1999.

Selanjutnya, dengan UU No. 35 Tahun 1999, konsep satu atap dijabarkan lebih lanjut dalam UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 tahun 1985 tentang MA. Nah, realisasi dari pengalihan administrasi kekuasaan Kehakiman dari Pemerintah ke MA diterbitkanlah Keppres  No. 21 Tahun 2004.

Menurut Bagir, perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang membuat proses satu atap terasa lama. "Jadi meski pemerintah sudah satu persepsi dengan MA untuk segera mengalihkan kewenangan administrasi pengadilan ke MA. Itu tidak cukup untuk membuat proses satu atap berlangsung cepat," papar Bagir.  

Lebih jauh, Bagir juga menegaskan bahwa dengan beralihnya seluruh kewenangan kekuasaan kehakiman maka seluruh warga peradilan haruslah bisa menjaga citra lembaga peradilan. "Jangan malah penyatuan atap ini dijadikan sarana untuk penyalahgunaan kewenangan dan memperhebat KKN dan mafia peradilan," ujarnya.

Menurut Bagir, sampai saat ini belum pernah ada nada positif yang ditujukan kepada lembaga peradilan. Bahkan, dalam bertutur dan kata pun lembaga peradilan selalu dikatakan buruk. Untuk itu Bagir meminta kepada seluruh warga peradilan melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya dan pandangan-pandangan buruk lembaga peradilan tidak menjadi kenyataan.

Peradilan militer menyusul

Selanjutnya, untuk pelaksanaan teknis terhadap pengalihan organisasi, administrasi dan finansial Direktorat dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama ke MA akan dilakukan oleh Sekjen MA  dan Dirjen Lembaga Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara.

Perlu diketahui, Pasal 42 ayat (1) UU No.4/2004 menyebutkan bahwa pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret 2004. Sementara, untuk lingkungan peradilan agama dan militer, menurut Pasal 42 ayat (2) dan (3) selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.

Sementara itu, pihak Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam waktu dekat akan mengajukan usulan RUU Perubahan Undang-undang No.31/1997 tentang Peradilan Militer. Menurut Ketua Baleg DPR Zain Badjeber, RUU tersebut akan diajukan ke pimpinan DPR pada April.

Tags: