Penyelesaian sengketa perbankan syariah telah diatur dalam tiga peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Perhimpunan Dana dan Penyaluran serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Seiring perkembangan zaman, minat masyarakat terhadap perbankan syariah terus meningkat, sehingga potensi timbulnya sengketa juga semakin meningkat. Perbankan syariah merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi syariah yang mana menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Mengutip Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah.
Baca Juga:
- Mengenal Badan Arbitrase Syariah Nasional
- Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Arbitrase Nasional
Kemudian, diperjelas dengan Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa terkait perbankan syariah dapat dilakukan melalui dua jalur peradilan.
Jalur tersebut dilakukan oleh peradilan dalam lingkup Pengadilan Agama dan diluar Pengadilan Agama. Di luar Pengadilan Agama jika para pihak memperjanjikan melalui akad penyelesaian sengketa selain melalui pengadilan Agama dengan catatan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Mengenai penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar Pengadilan Agama sesuai dengan isi akad, adalah dengan upaya berikut: