PERADI, HKHPM dan AKHI Surati Ketua MA Soal Sumpah Advokat
Utama

PERADI, HKHPM dan AKHI Surati Ketua MA Soal Sumpah Advokat

Surat itu berisi empat rekomendasi. Salah satunya, agar MA mempertimbangkan dan mengevaluasi SKMA tentang Sumpah Advokat dan mengundang seluruh organisasi advokat.

NNP
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebijakan MA terkait sumpah advokat. Ilustrasi: BAS
Ilustrasi kebijakan MA terkait sumpah advokat. Ilustrasi: BAS
Belum genap setahun diterbitkan, Surat Ketua Mahkamah Agung (SKMA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 terus menuai pro dan kontra bagi organisasi profesi advokat. Akibat SKMA itu, penyumpahan advokat di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) se-Indonesia mulai ramai dilakukan. Sekira November 2015 misalnya, hampir setiap minggu KPT DKI Jakarta mengambil sumpah para calon advokat dari berbagai organisasi.

Kondisi demikian mengetuk dua organisasi advokat, yakni Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) untuk berkolaborasi menggelar seminar mengangkat topik terkait SKMA tentang Sumpah Advokat. Seminar yang juga bagian dari rangkaian Pendidikan Profesi Lanjutan (PPL) bagi anggota HKHPM pada 16 Februari 2016 lalu mengambil tema “Peran Konsultan Hukum Pasca Surat Edaran MA tentang Penyumpahan”.

Dalam seminar itu turut dihadirkan sejumlah narasumber seperti Ketua HKHPM Indra Safitri, Ketua DPN PERADI Juniver Girsang, Wakil dari AKHI Ira A. Eddymurthy, dan Ketua DPN PERADI Luhut MP Pangaribuan. Dalam seminar dua sesi ini juga menghadirkan Ketua DPN PERADI Fauzie Yusuf Hasibuan dan perwakilan dari Mahkamah Agung (MA) sebagai narasumber, namun pada sesi yang berbeda.

Ketua HKHPM Indra Safitri menjelaskan, tujuan penyelenggaraan seminar dalam rangka menyamakan persepsi terkait dengan pelaksanaan sumpah advokat di antara organisasi profesi advokat pasca diterbitkannya SKMA tentang Sumpah Advokat. Masing-masing organisasi advokat sepakat meneruskan hasil seminar yang berupa pandangan masing-masing organisasi terkait dengan implementasi sumpah advokat pasca SKMA tersebut diterbitkan pada 25 September 2015 silam.

“Ada keinginan agar hasil seminar dikomunikasikan dengan MA,” ujar Indra saat dihubungi hukumonline, Selasa (10/5).

Hasil seminar tersebut telah disampaikan kepada MA tak lama usai seminar dilangsungkan. Kini, tinggal menunggu bagaimana respon atau tanggapan dari pihak MA, khususnya Ketua MA Hatta Ali. Dalam surat bernomor 070/HKHPM/SK/III/2016 tertanggal 22 Maret 2016, terangkum empat poin kesimpulan. Berikut empat poin kesimpulan dalam seminar tersebut:
1.    SEMA tentang Penyumpahan adalah bagian dari kebijakan MA untuk membantu menyelesaikan permasalahan profesi advokat di Indonesia.
2.    Intepretasi atas Syarat Penyumpahan oleh Pengadilan Tinggi menyebabkan Kartu Advokat tidak lagi menjadi satu-satunya syarat untuk membuktikan status sebagai advokat, sehingga menjadi beban tambahan persyaratan.
3.    Syarat untuk mendapatkan Penyumpahan harus terstandarisasi dengan standar yang satu atau sama untuk setiap organisasi advokat sehingga menghasilkan advokat yang baik.
4.    MA perlu untuk mempertimbangkan untuk mengevaluasi SEMA tentang Penyumpahan dengan melibatkan semua Organisasi Advokat (untuk menghindari bias penafsiran atas organisasi advokat mana yang diakui) untuk memastikan tujuan utama kebijakan tersebut dapat tercapai.

“Itu menunjukkan kesamaan atau concern organisasi advokat. Itu bukan kita menolak atau setuju/tidak setuju dengan SKMA tersebut. Dalam surat itu, kita harapkan MA juga lihat bahwa kalau diterapkan perlu ada langkah lain dalam teknisnya supaya tidak terlalu banyak implikasi negatifnya,” tegas Indra.

Sebagai bentuk penghormatan, masing-masing ketua atau perwakilan organisasi profesi advokat dalam suratnya juga membubuhkan tandatangan. Mereka adalah Indra Safitri, Luhut MP Pangaribuan, dan Ira A. Eddymurthy. Sementara Ketua DPN PERADI Juniver Girsang hanya ditembuskan saja. Indra mengatakan, pihak yang tidak membubuhkan tanda tangan bukan berarti bentuk penolakan dengan isi surat tersebut.

“Yang mau tanda-tangan kebetulan kita bertiga. Yang kepada Pak Juniver cukup ditembuskan, sedangkan Pak Fauzie mungkin sedang sibuk. Tapi tetap kita informasikan dan kami sudah mengkomunikasikan kepada semua pihak dan teman-teman sudah tahu itu. Intinya itu usulan positifnya,” jelasnya.

Sayangnya, hingga saat ini surat tersebut tak kunjung mendapat jawaban serta respon dari pihak MA. Apapun responnya nanti, Indra berharap dengan surat yang dilayangkan itu bisa memberikan gambaran bahwa organisasi profesi advokat sangat concern tentang penyumpahan advokat ini. “Belum ada tanggapan. Kita harapkan meski tidak ada tanggapan mudah-mudahan MA bisa tahu. Kalau perlu kita lakukan lagi tahun depan (seminar) agar lebih konkret,” sebutnya.

Dimintai tanggapannya, Juru Bicara MA, Suhadi belum bisa berkomentar terkait empat rekomendasi dalam surat tersebut. Alasannya karena dirinya belum menerima salinan surat tersebut. “Saya ngga bisa memberikan tanggapan kalau saya sendiri belum membaca suratnya,” ujarnya saat dihubungi hukumonline.

Suhadi mengatakan, pimpinan MA adalah pihak paling tepat untuk memberikan tanggapan terkait surat itu. Biasanya, lanjut Suhadi, terhadap surat-surat sejenis, jika dirasa penting akan dilakukan pembahasan oleh internal pimpinan MA. “Itu bergantung Ketua MA apakah permasalahan itu perlu dirapimkan (dibentuk rapat pimpinan) atau dibahas secara biasa,” singkatnya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur juga belum mengetahui adanya surat tersebut. Menurutnya, jika surat tersebut ditujukan kepada Ketua MA, maka jalur penerimaan tidak berada pada Biro Hukum dan Humas MA, melainkan masuk pada bagian umum kemudian melalui Sekretariat MA.

“Infonya belum sampai ke Humas, saya belum dapat infonya. Tapi masalah apakah dijawab atau belum bergantung pada pimpinan. Tapi soal surat masuk, itu cepat biasanya dua minggu sudah sampai ke Pimpinan di MA,” kata Ridwan lewat sambungan telpon.
Tags:

Berita Terkait