Peradilan Islam Indonesia, Mulai dari Pengadilan Agama hingga Mahkamah Syariyah
Edsus Lebaran 2023

Peradilan Islam Indonesia, Mulai dari Pengadilan Agama hingga Mahkamah Syariyah

Sudah ada di tanah Indonesia jauh sebelum masa kolonial Hindia Belanda. Pengaturan peradilan agama saat ini sudah menjadi bagian dari mandat konstitusi secara tegas.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 6 Menit

Baru pada tahun 1937 mulai ada ikut campur pemerintah kolonial Belanda pada pelembagaan peradilan agama. Ali Safa’at mengatakan pada 1937 dibentuk badan administrasi pengadilan tinggi Islam yang sebenarnya tidak dibiayai pemerintah kolonial. Hanya saja Ketua Pengadilan  itu digaji oleh pemerintah kolonial.

Temuan Ali Safa’at juga diakui Sudikno Mertokusumo, Guru Besar Hukum Perdata Universitas Gadjah Mada. Ia menyebutkan informasi itu dalam penelitian disertasinya yang diterbitkan menjadi buku berjudul Sejarah Peradilan dan Perundangan Republik Indonesia. Peradilan agama itu lalu berlanjut di masa pendudukan Jepang hingga masa kemerdekaan.

Meski eksistensinya tidak bisa dibantah, peradilan agama tersamar dengan peradilan swapraja serta peradilan adat. Pengadilan agama kerap dianggap sebagai bagian pengadilan swapraja atau pengadilan adat, bukan pengadilan tersendiri.

Ali Safa’at mencatat ada upaya menghapuskan pengadilan agama setelah Indonesia merdeka. UU No.19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman dan Kejaksaan. Isinya menyatukan fungsi pengadilan agama ke dalam pengadilan negeri.

Upaya itu dicegah dengan UU Darurat No.1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil. Isinya mengatur bahwa peradilan agama akan dilanjutkan dengan ketentuan khusus dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya terbit PP No.45 Tahun 1957 tentang Menetapkan Peraturan tentang Pengadilan Agama di Luar Jawa-Madura. Isinya menegaskan pembentukan pengadilan-pengadilan agama yang wilayah hukumnya sama dengan pengadilan negeri. Namun, pelaksanaan putusannya bergantung pada penetapan pengadilan negeri. Ada kesan pengadilan agama tidak sejajar dengan pengadilan negeri dalam hal ini.

Selanjutnya, UU No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman mempertegas peradilan agama sebagai cabang kewenangan  Mahkamah Agung. Ini adalah undang-undang pertama yang menyebut Peradilan Agama bersama-sama dengan cabang peradilan lainnya yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, serta Peradilan Tata Usaha Negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait