Perjuangkan Hak Ekosob Lewat Pengadilan
Berita

Perjuangkan Hak Ekosob Lewat Pengadilan

Jangan ragu menggugat bila hak ekosob dilanggar.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Perjuangkan hak ekonomi sosial dan budaya lewat pengadilan. Foto: SGP
Perjuangkan hak ekonomi sosial dan budaya lewat pengadilan. Foto: SGP

Hak asasi manusia (HAM) dikenal terdiri dari beberapa ‘generasi’. HAM generasi pertama adalah hak sipil dan politik (sipol), yang berkaitan –di antaranya- dengan kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan berserikat dan kebebasan berekspresi. Sedangkan generasi kedua, dikenal dengan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) yang menyangkut hak untuk memperoleh pekerjaan, perumahan, pendidikan dan penghidupan yang layak serta lain sebagainya.

 

Ekonom Faisal Basri mengatakan Indonesia harus seimbang menegakkan dua kategori HAM itu. “Bila hanya fokus menegakkan sipol, itu berarti demokrasi liberal,” ujarnya.

 

Sedangkan Indonesia yang menganut demokrasi pancasila, lanjut Faisal, harus bisa menegakkan keduanya sekaligus, yakni kebebasan berserikat sekaligus memperjuangkan pemenuhan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi masyarakat.

 

“Kalau Ekosob tak terpenuhi, maka sipolnya akan kosong. Demokrasi hanya akan dinikmati bandar atau cukong, karena rakyat hanya akan memilih orang yang memberikan uang. Seperti sekarang ini,” ujar pria yang mencalonkan diri sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dari jalur independen ini di Jakarta, Jumat (9/12).

 

Namun, bukan berarti pemenuhan hak sipol harus dikesampingkan. Ia menuturkan bila hak sipol benar-benar dipenuhi, maka hak ekosob bisa juga berimbas semakin kuat. “Dengan pemenuhan hak sipol (kebebasan berserikat dan berpendapat) maka civil society akan menguat, mereka bisa dengan bebas berbicara mengenai pemenuhan ekosob ini,” ujarnya.

 

“Dua jenis HAM ini harus diselaraskan. Selama ini, mungkin Komnas HAM hanya terlalu sibuk dengan pemenuhan hak sipol,” ujarnya.

 

Ketua Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi, dalam makalahnya, mengatakan bila masyarakat internasional juga mengakui bahwa gagasan pemenuhan semua jenis HAM itu sama pentingnya, saling tergantung dan tak bisa dipisahkan. Namun, dalam praktek, pelaksanaan hak ekosob memang masih kerap diabaikan atau ditolak. Salah satu anggapan yang keliru adalah pemenuhan ekosob itu tak bisa ditegakan melalui mekanisme pengadilan.

 

“Padahal, hak ekosob pada dirinya sendiri adalah hak legal yang bisa dilanggar dan karenanya penyelesaian pelanggaran atas hak ini dapat dilakukan melalui mekanisme pengadilan,” jelasnya.

 

Sri Palupi mengakui bahwa advokasi politik terhadap pemenuhan hak ekosob ini memang perlu dilakukan secara terus menerus. Namun, bukan berarti ini, menafikan langkah hukum yang sebenarnya perlu juga dilakukan. “Desakan dapat dilakukan baik melalui mekanisme pengadilan maupun advokasi politik,” tegasnya.

 

Ini sudah dilakukan oleh masyarakat sipil di berbagai negara atau reginonal seperti di Afrika, India, Amerika Latin dan sebagainya. Masyarakat sipil Indonesia sebenarnya juga sudah memiliki pengalaman dalam menggugat pertanggungjawaban pemerintah melalui pengadilan untuk memenuhi hak ekosob warga negaranya.

 

Misalnya, dalam kasus gugatan warga negara (citizen law suit) dalam kasus deportasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Nunukan, kasus ujian nasional, dan sistem jaminan sosial. “Tiga kasus itu dimenangkan oleh masyarakat sipil,” ujarnya. Namun, strategi ini saja belum cukup efektif dalam mendesak pemerintah untuk mengubah kebijakannya.

 

“Perlu ada strategi baru yang menggabungkan mekanisme pengadilan dan advokasi politik,” pungkasnya. 

Tags: