Perlindungan TKI Lemah karena Data Minim
Berita

Perlindungan TKI Lemah karena Data Minim

Padahal diperlukan sebagai landasan kebijakan perlindungan bagi pekerja migran.

ADY
Bacaan 2 Menit
Perlindungan TKI Lemah karena Data Minim
Hukumonline

Anggota Komisi IX Fraksi PKS, Indra, mengatakan pemerintah lemah mendata jumlah pekerja migran Indonesia di luar negeri. Akibatnya, pemerintah terlihat tidak siap mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari diterbitkannya sebuah kebijakan di negara penempatan terkait pekerja migran. Misalnya, kasus kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu di KJRI Jeddah, Arab Saudi. Indra menengarai hal itu terjadi karena pemerintah tidak siap menghadapi banyaknya antrian pekerja migran yang memanfaatkan masa amnesti. Pasalnya, terdapat banyak pekerja migran Indonesia di Arab Saudi yang tidak berdokumen lengkap.

Lagi-lagi Indra mengatakan terjadinya peristiwa tersebut dipicu karena pemerintah tidak punya data yang pasti berapa jumlah pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, khususnya yang mau mengajukan dokumen. Bagi Indra pendapatnya itu diperkuat oleh pernyataan Menlu, Marty Natalegawa, yang mengakui tidak ada data yang akurat tentang jumlah pekerja migran Indonesia.

Keterbatasan Menlu sebagai pihak yang mewakili pemerintah dalam mengurus WNI di luar negeri untuk memiliki data akurat menurut Indra tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya, data berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah yang akan diterbitkan dalam rangka perlindungan terhadap pekerja migran.

“Menurut saya inilah pangkal persoalan pekerja migran Indonesia. Karena kita sendiri tidak punya data akurat jumlah pekerja migran dan WNI kita di luar negeri. Kalau jumlah data tidak akurat lalu bagaimana akurasi perlindungan bagi mereka di luar negeri,” kata Indra dalam rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Kemlu, Kemenkumham dan Kemenakertrans di DPR, Selasa (18/6).

Walau begitu Indra menyadari apa yang sudah dilakukan Kemlu dalam rangka perlindungan pekerja migran dan WNI di luar negeri merupakan ujung dari masalah yang tidak terselesaikan secara menyeluruh. Misalnya, proses pengelolaan pekerja migran sudah terjadi mulai dari tingkat rekrutmen di dalam negeri. Padahal, terkait rekrutmen mestinya menjadi ranah Kemenakertrans dan BNP2TKI untuk melakukan perbaikan.

Terkait banyaknya pekerja migran Indonesia di Jeddah yang memanfaatkan masa amnesti, Indra mencatat kebijakan tersebut bukan hanya terjadi kali ini. Namun, amnesti kerap dilakukan oleh negara-negara penempatan seperti Arab Saudi dan Malaysia. Bahkan di tahun 1990-an, Indra mencatat pemerintah Arab Saudi pernah menerbitkan amnesti serupa dan berujung pada ketidakmampuan KJRI melayani pengajuan dokumen pekerja migran.

Untuk itu, Indra menekankan sangat penting bagi pemerintah untuk memperkuat data pekerja migran. Sehingga, ketika ada kebijakan serupa yang diterbitkan negara penempatan, pemerintah lewat KJRI dan KBRI mampu mengantisipasinya. Misalnya, ketika pemerintah Arab Saudi diketahui hendak menerbitkan amnesti, pemerintah sedari awal menyiapkan infrastruktur pelayanan dengan baik. Seperti tenda untuk para pengantri agar tidak kepanasan, memperbanyak staf dan loket untuk mempercepat pelayanan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait