Perlu Kompilasi Delik Adat untuk Penerapan Living Law dalam RKUHP
Utama

Perlu Kompilasi Delik Adat untuk Penerapan Living Law dalam RKUHP

Ada empat pendapat soal perlu tidaknya memasukan delik adat dalam RKUHP. Merumuskan delik-delik adat dengan melibatkan para ahli dan peneliti sebelum dituangkan dalam Perda-Perda dan Peraturan Pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Melibatkan ahli dan peneliti

Lebih lanjut, Prof Marcus Priyo berpendapat masih terdapat pekerjaan rumah setelah nanti RKUHP disahkan menjadi UU. Termasuk soal hukum acara pidana yang masih perlu diperbaiki melalui rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Kemudian soal penentuan apakah masih terdapat delik-delik adat atau tidak dengan perlu melibatkan kalangan ahli dan peneliti.  Berdasarkan hasil penelitian dan kajian para ahli terdapat batasan deilik adat asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dalam kerangka NKRI, HAM yang kemudian dituangkan dalam Perda. “Ini harus dikawal, ini proses politik biasa.”

Setelah dituangkan dalam Perda, delik adat bakal dikompilasi melalui peraturan pemerintah dimana Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menjadi leading sektornya. BPHN, kata Prof Marcus Priyo, bakal menghimpun Perda-Perda yang memuat delik-delik adat. Hal ini tak lepas dari rumusan norma Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

“Jadi tidak mungkin satu daerah membuat rumusan delik sendiri yang aneh tanpa ada salinan filternya. Jadi dalam perumusannya betul-betul delik masih hidup melibatkan ahli. Kalau memang dirasa dan perlu dituangkan dalam Perda, maka ada proses di daerah,” katanya.

Tags:

Berita Terkait