Permohonan Ekstradisi Terpidana Kasus BLBI Disempurnakan Kembali
Utama

Permohonan Ekstradisi Terpidana Kasus BLBI Disempurnakan Kembali

Kejaksaan yakin Andrian Kiki Ariawan, terpidana kasus BLBI, masih berada di Singapura dan ingin segera mengekstradisinya. Namun upaya itu, dinilai pakar hukum internasional Wayan Parthiana, tidak mudah.

Ali/Mon
Bacaan 2 Menit
Permohonan Ekstradisi Terpidana Kasus BLBI Disempurnakan Kembali
Hukumonline

 

Dihubungi terpisah, pakar hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung Wayan Parthiana mengatakan proses ekstradisi pada negara yang menganut sistem common law seperti Australia membutuhkan waktu yang lama. Bisa mencapai satu tahun, ujarnya.

 

Wayan mengakui prosedur yang disiapkan oleh Kejagung memang sesuai dengan perjanjian ekstradisi Indonesia dengan Australia yang telah disahkan melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1994. Tindak pidana korupsi juga merupakan salah satu tindak pidana yang menjadi dasar ekstradisi dari dan ke negara pihak dalam perjanjian.

 

Prosedurnya, setelah ada permohonan ekstradisi, lanjut Wayan, Australia akan mempelajari permohonan itu. Apakah memenuhi syarat atau tidak dengan perjanjian ekstradisi Indonesia dan Australia?, tanyanya. Bila prosedur administrasi sekaligus hukum ini telah lengkap, maka terpidana akan dicari. Mungkin ditangkap, bila perlu ditahan sementara, ujarnya.

 

Wayan menjelaskan dalam tahap ini, pengadilan Australialah yang ambil bagian. Di pengadilan disidangkan apakah permintaan Indonesia sah atau tidak, kemudian bisa diekstradisikan atau tidak, ujarnya. Kiki punya hak untuk membantah di persidangan, jelasnya.

 

Yang membuat proses ini menjadi lama, karena pengadilan yang memutuskan dari tingkat pertama sampai tingkat kasasi. Bisa saja sampai kasasi, sistem common law memang seperti itu, tutur Wayan. Hal ini berbeda dengan sistem civil law yang dianut oleh Indonesia. Di Indonesia hanya sampai tingkat pengadilan negeri saja, ujarnya.

 

Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin pun memahami permasalahan ini. Beberapa waktu lalu, ia sempat mengeluhkan proses yang akan dilewati Kejagung. Namun, pada saat itu, ia mengaku tetap menghormati hukum Australia.

 

Nah, menurut Thomson, poin-poin itulah yang akan disempurnakan untuk menentukan langkah berikutnya. Kalau memang prosesnya seperti itu (melalui persidangan,-red), kita siap, ujarnya mantap.

 

Namun, Wayan mengingatkan proses di persidangan Australia belum selesai.Putusan pengadilan sifatnya rekomendasi, ujarnya. Ia menambahkan putusan terakhir ada pada pemerintah Australia (eksekutif). Eksekutif bisa saja menolak permintaan Indonesia, walaupun pengadilan memutuskan telah memenuhi syarat, ujarnya. Tetapi biasanya dalam praktek, eksekutis mengikuti putusan pengadilan.

 

Wayan menegaskan ekstradisi selalu dilakukan antara eksekutif dengan eksekutif. Koordinasi antara Kejagung dengan penegak hukum Australia, menurut Wayan sah-sah saja. Tapi sifatnya informal, ucapnya. 

 

Perjanjian Ekstradisi ASEAN

Sementara itu, di sisi lain, Indonesia terus menggagas perjanjian ekstradisi multilateral. Setidaknya pada 21-24 Juni 2007 lalu, Indonesia memfasilitasi pertemuan sepuluh negara ASEAN di Bali untuk membahas kelanjutan rencana pembentukan perjanjian tersebut.

 

Dalam pertemuan itu, dibahas mengenai materi perjanjian ekstradisi yang berlaku di berbagai negara ASEAN. Sebab, manurut Kolier Haryanto, Kepala Bagian Hubungan Luar Negeri Depkumham, yang hadir ketika itu, pembentukan perjanjiannya cukup sulit. Masalah utama adalah sistem hukumnya berbeda, katanya ketika dihubungi melalui telepon genggamnya, Senin (3/8).

 

Apalagi, lanjut Kolier, perangkat hukum yang melaksanakan ekstradisi juga berbeda-beda. Untuk itulah, melalui pertemuan itu diharapkan ada ada persepsi yang sama untuk menunjuk lembaga yang sama untuk memformat bentuk perjanjiannya.

 

Sementara, perkembangan anggota ASEAN sendiri bertambah, seperti antara lain Kamboja. Sistem hukumnya sendiri belum mapan, tegas Kolier. Hal ini kemungkinan bisa menjadi penghambat dalam merumuskan perjanjian ekstradisi.

 

Padahal perjanjian ini dibuat untuk memperkuat kawasan ASEAN. ASEAN diharapkan akan menjadi kawasan yang memiliki kesamaan,jelas Kolier. Nah, dengan sistem ekstradisi yang sama, maka kedudukan ASEAN akan semakin kuat.

 

Selain itu, perjanjian ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi perjanjian ekstradisi yang lebih menguntungkan satu negara saja, Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura misalnya. Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura menyaratkan agar dipaketkan dengan perjanjian pertahanan. Seharusnya ekstradisi dibebaskan dari syarat-syarat seperti ini, tegas kolier. Sehingga dengan adanya perjanjian multilateral ekstradisi mau tidak mau semua hegara harus mengikuti ketentuan yang sama. Sehingga sama-sama menguntungkan, tandasnya.

 

Wayan Parthiana mengaku tidak bisa menilai mana yang lebih efektif antara perjanjian ekstradisi bilateral maupun multilateral, bila dilihat dari sudat pelaksanaannya. Namn, bila dilihat dari sisi pembentukannya, ia meyakini perjanjian multirateral lebih efektif. Karena sifatnya sekali kerja dibanding perjanjian ekstradisi bilateral yang banyak, ujarnya.

 

Meski begitu, dalam kasus ini, Wayan tidak menutup mata bila perjanjian bilateral memang sudah dilakukan sebelum adanya ekstadisi multilateral. Ia mengaku telah mengusulkan dalam proses pembahasan, supaya hubungan antar perjanjian tersebut sifatnya saling melengkapi. Complementer, istilahnya. 

 

Usaha Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memburu koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sepertinya tidak main-main. Salah satu terpidana yang sudah diburu sejak lama, Andrian Kiki Ariawan kini menjadi sasaran tembak. Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Surya ini melarikan diri setelah permintaan bandingnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2 Juni 2003 lalu.

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Thomson Siagian menegaskan kembali niat Kejagung untuk mengekstradisi Kiki. Menurut informasi yang didapat, saat ini Kiki masih berada di wilayah Australia. Oleh sebab itu, kata Thomson, Kejagung akan terus mengintensifkan kerja sama dengan penegak hukum Australia. Akhir September ini, mereka (penegak hukum Australia,-red) akan datang ke Indonesia untuk berkoordinasi, ujarnya di Kejagung, hari ini (3/9).

 

Thomson menjelaskan saat ini Kejagung telah menyiapkan beberapa poin yang menjadi bahan dalam pembahasan koordinasi tersebut. Pertama, menyempurnakan format surat permohonan ekstradisi kepada pemerintah Australia. Sudah ada format bakunya, ujar Thomson. Kedua, menyiapkan pengertian pasal-pasal yang dilanggar oleh Kiki. Sebagai catatan, Kiki telah divonis penjara seumur hidup karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

 

Poin ketiga yang akan disiapkan oleh Kejagung adalah ciri-ciri dan sidik jari Kiki. Terakhir, kata Thomson, adalah amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memvonis Kiki. Keempat poin itu untuk menyempurnakan atau melengkapi bila masih ada kekurangan dalam permohonan ekstradisi, jelasnya.

Tags: