Persetujuan Dengan Catatan, Ini Daftar RUU Prolegnas Prioritas 2021
Utama

Persetujuan Dengan Catatan, Ini Daftar RUU Prolegnas Prioritas 2021

Ada 33 RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Sebanyak 22 RUU usulan DPR, 9 usulan pemerintah dan 2 usulan DPD. Mayoritas partai menyorot RUU BPIP, RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Perlindungan Tokoh Agama.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Foto: RES
Foto: RES

“Saya ingin bertanya apakah rancangan undang-undang prolegnas prioritas 2021 dan prolegnas perubahan 2020-2024 bisa kita setujui dengan catatan?”. Pertanyaan itu keluar dari bibir Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas saat memimpin rapat kerja dengan pemerintah terkait pengambilan keputusan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (14/1) malam.

Meski semua fraksi partai di Baleg memberikan persetujuan, namun tak sedikit pula yang memberi sejumlah catatan.  Sebelummnya terdapat 36 RUU RUU yang diusulkan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 dalam rapat pada 24 November 2020 lalu. Namun kesepakatan terbaru antara Baleg, pemerintah dan DPD mengeluarkan empat RUU dari daftar Prolegnas Prioritas 2021.

Keempat RUU itu adalah RUU tentang Jabatan Hakim yang diusulkan Komisi III, RUU tentang Bank Indonesia yang diusulkan Baleg ataupun DPR RI. Kemudian, RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang diusulkan oleh DPR. Serta RUU tentang Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh DPR dan anggota. Dengan begitu tersisa 32 RUU. Namun, pemerintah kembali mengusulkan satu RUU masuk Prolegnas Prioritas 2021, yakni RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dengan demikian, jumlah RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 sebanyak 33 RUU.

Supratman yang notabene politisi Partai Gerindra itu merinci, 33 RUU itu terdiri dari 22 RUU yang diusulkan DPR, termasuk di dalamnya 2 RUU diusulkan DPR bersama pemerintah. Sementara 9 RUU diusulkan pemerintah. Kemudian, 2 RUU usul inisiatif DPD. Menurutnya, dalam pandangan sejumlah fraksi terdapat catatan terhadap bebeapa RUU. Terutama RUU tentang BPIP, RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Ibukota Negara, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan RUU Pekerja Rumah Tangga.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly, mengamini persetujuan yang diambil Baleg beserta seluruh fraksi. Menurutnya, 33 RUU merupakan hasil terbaik dari perbedaan pendapat dalam pembahasan.  Dia berharap melalui persetujuan yang diambil antara DPR, pemerintah dan DPD sebagai upaya bagi kepentingan yang lebih bagi bangsa dan negara. 

“Kami berharap kerja sama antara Baleg DPR, Panitia Perancang UU DPD, dan Pemerintah dalam penyusunan Prolegnas dapat terus ditingkatkan demi mewujudkan UU yang berkualitas,” katanya. (Baca: Alasan DPD Kebut Penyusunan Draf Revisi UU Pelayanan Publik)

Yasonna mengatakan, terdapat kesepakatan terkait dengan 3 perubahan RUU dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024. Pertama, RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara. RUU ini merupakan penggabungan antara RUU tentang Penilai, RUU tentang Perlelangan, dan RUU tentang Pengurusan Utang Piutang Negara dan Piutang Daerah.  Kedua, perubahan judul RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjadi Jaminan Benda Bergerak. Ketiga, Penambahan RUU tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.

Hukumonline.com

Hukumonline.com

Sumber: Badan Legislasi

Hukumonline.com

Sumber: Badan Legislasi

Sementara, Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD, Badikenita Br Sitepu mendukung keputusan yang diambil terhadap penetapan 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021. Namun demikian dari beberapa RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021, DPD sedang menyusun naskah akademik dan draf RUU perubahan UU Pemilu.

Kemudian RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan, RUU tentang Perubahan UU Penanggulangan Bencana, RUU tentang Perubahan UU Sistem Keolahragaan Nasional, RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Selanjutnya, RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, RUU tentang Perubahan UU Otsus Papua, RUU tentang Perubahan UU Narkotika, dan RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

“Terkait dengan pembahasan RUU tersebut, DPD akan berkomitmen tinggi untuk membantu dan terlibat penuh dalam penyusunan dan pembahasan RUU tersebut,” ujarnya.

Dia berharap RUU tentang Daerah Kepulauan yang merupakan luncuran dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020, dapat segera dibahas di Pansus yang telah dibentuk. Dia menilai, afirmasi kebijakan bagi pembangunan daerah kepulauan amat diharapkan bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota Kepulauan yang tidak bisa disamakan dengan kebijakan pembangunan bagi daerah daratan.

Selain itu, RUU tentang Badan Usaha Milik (BUM) Desa pun mendapat dukungan politik dari fraksi-fraksi. Ia berharap dengan adanya kesepahaman bersama tentang pentingnya RUU BUM Desa, pembahasan tingkat I dapat segera ditindaklanjuti. Sehingga  kebijakan mengenai BUM Desa, dapat mendorong bagi kemajuan desa dalam mengoptimalkan potensi desanya masing-masing.

“Serta memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat desa,” imbuhnya.

Catatan Fraksi

Dalam pandangan sembilan fraksi, masing-masing bersepakat terhadap 33 RUU. Namun demikian masing-masing fraksi memberikan catatan. Seperti halnya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Anggota Baleg dari Fraksi PDIP, Irmadi Lubis berpandangan pembentukan UU merupakan unsur penting dalam pembangunan hukum nasional. Prosesnya pun mesti sesuai kebutuhan masyarakat, mengikuti perkembangan teknologi dan informasi.

Menurutnya, target utama politik legislasi  menghasilkan UU yang berkualitas, bukan kuantitas. Namun terhadap sejumlah RUU dalam daftar Prolegnas, F-PDIP memberi catatan terhadap RUU yang sedang menunggu surat presiden, agar tetap masuk Prolegnas Prioritas 2021. Sedangkan terhadpa RUU larangan Minuman beralkohol agar dapat dilakukan pendalaman sehingga dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan tingkat selanjutnya.

Sementara Fraksi Golkar memberi sejumlah catatan. Anggota Baleg dari Fraksi Golkar Cristinia Ariyani mengatakan, terhadpa RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Pekerja Rumah Tangga, fraksinya menolak pembahasan lebih lanjut. Pasalnya kedua RUU itu dianggap belum mendesak dibahas saat ini. Kemudian, terhadap RUU Perlindungan Tokoh Agama, bahwa aturan perlindungan sudah diatur dalam banyak peraturan perundangan. Seperti UU No.1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Kemudian UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta beberapa Pasal dalam KUHP. Menurutnya setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum tanpa terkecuali.Termasuk tokoh agama manapun. Sementara terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol, kata Cristina, Fraksi Golkar menolak proses lebih lanjut. Pasalnya, RUU tersebut telah dibahas sejak 2015 tanpa ada respons dari pemerintah. Kemudian terhadap RUU BPIP, fraksinya menemukan banyak hal yang tidak mengatur soal kelembagaan. “Golkar menolak, kami mau kalau mengatur sebatas kelembagaan saja,” ujarnya.

Anggota Baleg dari Fraksi Gerindra Yan Permenas Mandena dalam pandangan fraksinya berpendapat terdapat 3 RUU yang mendapat perhatian besar. Pertama, RUU BPIP hendaknya hanya sebatas penguatan lembaga, serta tidak menjadi tafsir pancasila secara tunggal. Menurutnya, setelah adanya TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara tak ada lagi tafsir Pancasila.

“Kekurangan Pancasila bukan pemahaman, tapi penerapannya dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.

Dia menilai RUU BPIP mestinya hanya mengatur tugas pokok dan fungsi BPIP, sehingga tak lagi mengulang kegagalan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Fraksi Gerindra meminta agar menjauhkan Pancasila dari indoktrinasi. Sebaliknya utamakan pertukaran cara pandang. Prinsipnya, kata Yan Permenas, Geridra menyetujuui sepanjang RUU BPIP hanya mengatur kelembagaan BPIP.

Kemudian, RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Perlindungan Tokoh Agama perlu kajian mendalam. Pasalnya banyak kalangan yang mempertanyakan manfaat kongkrit bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol, Fraksi Gerindra meminta diubahnya judul RUU menjadi Pengaturan Larangan Minuman Beralkohol.

Tags:

Berita Terkait