Pertamina Siap Diaudit BPK
Berita

Pertamina Siap Diaudit BPK

Sebelumnya, Pertamina selalu mengaku rugi akibat menjual premium dan solar.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

PT Pertamina (Persero) menyatakan tidak keberatan jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap perusahaan pelat merah itu. Menurut Direktur Keuangan Pertamina, Arif Budiman, selama ini pihaknya sudah diaudit oleh pihak lain. Oleh karena itu, wacana audit oleh BPK bukan suatu ancaman.

"Boleh saja, selama ini kita diaudit juga dengan PLN segala macam pasti diaudit," kata Arif di Jakarta, Selasa (6/10).

Wacana audit itu mencuat setelah Pertamina berulang kali mengaku rugi besar lantaran menjual harga bahan bakar minyak (BBM) di bawah harga keekonomian. Menurut Arif, perusahaannya memang mengalami kerugian lebih dari Rp15 triliun sejak awal tahun hingga bulan Agustus lalu. Namun, ia membantah bahwa pihaknya mengalami kerugian secara keseluruhan.

"Yang perlu saya sampaikan, sampai dengan Agustus tahun ini, itu untung AS$ 840 juta, dan kira-kita itu sekitar Rp11-Rp12 triliun. Jadi, secara keseluruhan Pertamina nggak rugi," katanya.

Menurutnya, kerugian penjualan BBM jenis premium dan solar tertutup oleh bisnis lain, seperti penjualan elpiji, gas bumi, dan pelumas serta banyak bisnis lainnya. Ia menyebut, tidak semua produk yang dijual Pertamina mendatangkan rugi. Beberapa diantara penjualan itu, menurutnya, tetap membawa keuntungan.

"Kan memang Pertamina memproduksi dan menjual banyak produk, jadi ada produk yang rugi dan untung itu biasa," kata Arif.

Sebelumnya, saat menghadiri rapat dengan DPR, Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan pihaknya membuka diri jika diperlukan untuk melakukan audit terhadap Pertamina. Ia menjelaskan, pihaknya hanya bisa dilibatkan untuk mengaudit kerugian. Sementara, terkait harga keekonomian yang pas, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk ikut campur.

"Kalau kita disuruh memeriksa misalnya terkait dengan beban-beban usaha, siapa yang memperoleh keuntungan kalau banyak impor itu bisa kita periksa," ungkapnya.

Selain harga, Harry juga mengatakan anggaran subsidi bukan wewenang BPK. Besaran subsidi merupakan wewenang pemerintah dan DPR. Namun, BPK bisa memeriksa jika setelah diputuskan subsidi, lalu ada permintaan pemeriksaan dari DPR. Hanya saja, hingga saat ini, Harry mengaku belum ada permintaan untuk mengaudit Pertamina.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Afrudin, justru menilai kerugian Pertamina akibat faktor lain. Ia mengatakan bahwa Pertamina rugi karena adanya inefisiensi sumber daya manusia di internal perusahaan.

Akibatnya, beban biaya operasional yang harus ditanggung perusahaan pun tinggi. Namun, Ahmad yakin inefisiensi itu justru ditutupi dengan harga BBM premium saat ini. “Jika Pertamina mengacu kerugian di mana diakibatkan karena penjualan BBM jenis premium, hal tersebut tidak tepat dan tidak transparan,” katanya.

Ahmad menjabarkan simulasi penghitungan harga premium. Ia mengatakan, dengan menggunakan metode border price (harga internasional) harga indeks pasar, kondisi kurs‎, dan kualitas premium yang dijual, Pertamina mestinya menjual premiun Rp6.700 per liter. Dalam perhitungan yang telah dilakukan oleh pihaknya, ia yakin Pertamina mengambil keuntungan Rp700 per liter.

“Untuk itu, kami berharap, Pertamina segera melakukan kajian ulang dalam perhitungan harga BBM jenis premium yang jika melihat perhitungan yang telah dilakukan, premium sudah diturunkan harganya saat ini,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait